TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan sudah membahas persoalan bocornya pipa kilang minyak milik PT Pertamina di Teluk Balikpapan. "Sudah kemarin," kata Susi sambil berjalan cepat menuju mobilnya di Kompleks Parlemen, Kamis, 12 April 2018.
Namun Susi belum menjelaskan secara terperinci apa saja yang telah dibahas terkait dengan tumpahan minyak yang tersebar di lautan itu. Dari citra satelit pada 2 April 2018, area tercemar minyak seluas 120 kilometer persegi atau 12 ribu hektare. Tiga hari kemudian, luasannya bertambah menjadi 200 kilometer atau 20 ribu hektare.
Baca: Pertamina Patroli Tumpahan Minyak, 6 Titik Jadi Perhatian Utama
Perluasan itu bisa disebabkan pengaruh arus dan gelombang. Namun yang dikhawatirkan adalah masih terjadinya kebocoran pipa bawah laut yang berawal pada Sabtu, 31 Maret 2018.
Ketika itu, pipa penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke kilang Balikpapan mengalami patah. Adapun pipa penyalur berdiameter 20 inci dengan ketebalan 12 milimeter tersebut berada di dasar laut dengan kedalaman 20-25 meter.
Pengkampanye Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Wahyu Perdana, mengatakan ada dampak ekonomi dan ekologi yang ditimbulkan dari tumpahan minyak Pertamina di Teluk Balikpapan. Dia menyebutkan hampir semua budi daya kepiting serta rumput laut rusak akibat tumpahan itu.
Wahyu menjelaskan, tercemarnya bakau dan terumbu karang dapat berdampak pada populasi biota laut. Padahal, ikan dan kepiting di kawasan tersebut merupakan sumber daya kehidupan bagi masyarakat pesisir.
Setidaknya ada 162 nelayan batal melaut karena mesin rusak akibat limbah tumpahan minyak. Kemudian 17 ribu hektare lahan bakau tercemar di lima kawasan Padang Lamun. Lalu tumbuhan di Sungai Tempadung, Sungai Berenga, Pantai Langu, Tanjung Batu, juga Sungai Wain terancam mati. “Ada empat jenis mamalia yang dilindungi, terpaksa menjauh dari habitat,” tutur Wahyu.
Baca berita lainnya tentang Susi Pudjiastuti di Tempo.co.