TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menandatangani akta Perjanjian pengalihan saham seri B milik negara sebesar 56,96 persen di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk kepada PT Pertamina (Persero). Pembentukan holding BUMN migas ini, berdasarkan instruksi Presiden Joko Widodo. Hari ini, Pertamina resmi menjadi induk perusahaan.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Harry Fajar Sampurno mengatakan sebanyak Rp 38,13 triliun saham PGN milik pemerintah akan dialihkan ke Pertamina. “Itu bukan nilai PGN, tapi nilai saham pemerintah di PGN,” ucap dia di Kantor Kementerian BUMN, Rabu, 11 April 2018.
Simak: Pemegang Saham PGN Sepakati Pengalihan Aset ke Pertamina
Atas pengalihan saham tersebut, kata Harry, akan adanya perubahan Anggaran Dasar Pertamina terkait perubahan atau peningkatan modal. Hal tersebut sudah disetujui oleh Rini. “Hal strategis, seperti perubahan Anggaran Dasar, dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna, apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau right issue tentu harus dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72/2016,"ujar Harry.
Pertimbangan dalam mengintegrasikan PGN dan Pertamina, dikarenakan dua perusahaan tersebut memiliki lini bisnis yang sama dalam hal trasnportasi dan niaga gas. Menurut Harry, terdasapt penghematan biaya operasional, karena hilangnya tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur.
Selain itu, dengan terintegrasinya PGN dan Pertamina tersebut, Harry berujar, akan menciptakan kondisi keuangan yang sehat dan memperkuat struktur permodalan PGN. “Sehingga memperkuat struktur permodalan PGN dan meningkatkan setoran dividen serta pajak ke negara,” tutur Harry.
Harry menjelaskan, terkait terlewatnya batas waktu penandatanganan, bukan berarti Holding Migas batal. Dia mengatakan keputusan tersebut akan dikukuhkan kembali pada RUPS tahunan PGN pada 26 April 2018 mendatang.