TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah mengatur harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dikhawatirkan bakal mengganggu iklim investasi di sektor hilir minyak dan gas bumi nasional. Direktur Retail Shell Indonesia Wahyu Indrawanto menyatakan pihaknya sudah menyampaikan masukan terkait dengan rencana pemerintah mewajibkan badan usaha meminta persetujuan terlebih dulu sebelum menaikkan harga BBM nonsubsidi itu.
"Menurut kami, menjual BBM umum sesuai dengan harga keekonomian adalah hal yang sangat mendasar untuk menjaga iklim investasi dan kelangsungan usaha di bidang pendistribusian jenis BBM umum, khususnya bagi Shell," ujar Wahyu, Rabu, 11 April 2018.
Baca: Harga BBM Tak Naik Hingga 2019, Beban Pertamina Membengkak
Wahyu mengaku sepenuhnya paham bahwa rencana pemerintah itu didasari fokus utama upaya menjaga inflasi dari dampak kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut. "Kami yang beroperasi di banyak negara pun mencermati beberapa contoh kebijakan terkait hal tersebut. Kami telah menyampaikannya juga kepada pemerintah agar bisa menjadi pertimbangan," katanya.
Shell, perusahaan asal Belanda, menjajakan empat jenis BBM umum di Indonesia, yakni Shell Super, Shell V-Power, Shell Diesel, dan Shell Reguler. Dari situs resmi perseroan, per 10 Maret 2018, harga jual Shell Super di Jabodetabek senilai Rp 9.350 per liter, di Bandung Rp 9.450 per liter, dan di Sumatera Utara Rp 9.000 per liter.
Shell V-Power hanya dijual di Jabodetabek dan Bandung dengan harga jual Rp 10.550 per liter dan Rp 10.650 per liter, sedangkan Shell Diesel dijajakan dengan harga Rp 10.450 per liter untuk Jabodetabek, Rp 10.550 per liter di Bandung, dan Rp 10.100 per liter di Sumatera Utara.
Adapun produk teranyar Shell yang dirilis awal tahun ini, Shell Reguler, dengan oktan 90 dijajakan dengan harga Rp 8.500 per liter. Shell Reguler baru tersebar di area Jabodetabek.
Pernyataan Wahyu merespons pengumuman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pekan lalu, mengenai kewajiban badan usaha niaga BBM meminta persetujuan pemerintah bila ingin menaikkan harga BBM jenis umum atau nonsubsidi tersebut. Alasannya, pemerintah ingin menjaga tingkat inflasi dan daya beli masyarakat, di tengah tren harga minyak dunia yang terus beranjak naik dan berpotensi mendorong harga BBM jenis umum terus naik.
Selain itu, Kementerian Energi bakal menghapus batas bawah margin badan usaha niaga BBM yang sebelumnya ditetapkan minimal 5 persen dan maksimal 10 persen. Kementerian Energi yakin kebijakan itu tidak akan mengganggu iklim investasi sektor hilir migas Indonesia.
Pada kesempatan sebelumnya, Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar mengatakan kebijakan terkait dengan BBM ini bukan menambah rantai birokrasi di tengah semangat penyederhanaan aturan yang tengah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk hajat hidup orang banyak dan menjaga tingkat inflasi agar tetap terkendali.