TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan melakukan studi banding soal taksi online ke Thailand. Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyatakan, pemerintah hendak meninjau pelaksanaan dan regulasi ihwal transportasi roda empat berbasis aplikasi alias taksi online di Thailand.
"Ada beberapa negara yang menurut kami sudah cukup ada kemajuan dan pak Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi) menyampaikan salah satunya Thailand," kata Budi di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Selasa, 10 April 2018.
Baca juga: ADO Pesimistis Moratorium Kuota Taksi Online Efektif
Budi menyampaikan, pemerintah akan memberangkatkan satu tim dari Kemenhub, pakar, dan satu perwakilan asosiasi taksi online. Biaya keberangkatan akan ditanggung Kemenhub. Dari kunjungan itu pemerintah mengharapkan para pengemudi memahami bahwa negara lain juga mengatur kebijakan mengenai taksi online.
Saat ini, kata Budi, Kemenhub sedang mengurus surat di sekretariat negara. Pemerintah juga sudah menghubungi otoritas Thailand agar diizinkan berkunjung ke Kemenhub Negeri Gajah Putih itu.
"Mudah-mudahan minggu depan sudah berangkat," ujar Budi.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan peraturan mengenai taksi online yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam Trayek.
Peraturan dibuat sebagai upaya untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak termasuk masyarakat sebagai pengguna jasa. Kebijakan itu berlaku sejak 1 November 2019.
Ada sembilan substansi yang diatur. Selain tarif dan kuota, ketentuan ini mengatur argometer taksi, wilayah operasi, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB), domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), serta peran aplikator.
Namun, polemik seputar taksi online masih bergulir. Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) menuntut pemerintah merevisi Permenhub 108 lantaran dianggap merugikan para pengemudi taksi online. Tuntutan disampaikan dalam aksi unjuk rasa di Istana Negara, 28 Maret 2018.