TEMPO.CO, Yogyakarta -Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo meminta izin kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita agar tetap diperbolehkan mengkampanyekan konsumsi ikan kepada warga saat pemerintah kini gencar menyediakan stok daging sapi beku guna menghadapi ramadan.
Hal itu disampaikan Hasto saat mengikuti Rapat Koordinasi Kesiapan Hari Besar Keagamaan Nasional jelang puasa dan Lebaran 2018 bersama Menteri Perdagangan di Gedong Pracimartono Komplek Kepatihan Yogyakarta Jumat 6 April 2018.
Hasto, yang juga dokter kandungan itu menuturkan melihat harga daging sapi yang relatif tinggi, ia pun selama ini bersama jajarannya lebih aktif mengkampanyekan konsumsi ikan daripada daging. Hal ini juga dilakukan karena secara ilmiah ikan lebih sehat dibanding daging serta harganya lebih terjangkau khususnya bagi rakyat tak mampu.
Baca:Menteri Perdagangan Beberkan Fenomena Beras Berwisata
"Apalagi ketika hari raya, harga daging sapi di Kulon Progo amat mahal sampai Rp 127 ribu per kilogram. Kami mohon maaf karena memprovokasi warga tak usah makan daging, tapi ikan," ujarnya.
Hasto menuturkan, dari pemahamannya sebagai dokter, daging sebenarnya tak terlalu dibutuhkan orang berusia 35 tahun ke atas. Hasto berpandangan bahwa orang berusia dewasa lebih butuh pangan dengan banyak kandungan lemak tak jenuh yang sumbernya tak lain ikan. Begitu pula dengan anak balita dan ibu hamil yang butuh omega 3 dan DHA relatif tak butuh daging.
"Sehingga saat pemerintah saat itu lewat Bulog menyediakan stok daging beku kami putuskan tak mengambilnya. Tapi kami bantu warga dengan siapkan peternak ikan lele, karena ada sentra lele di sana yang sehari bisa menghasilkan sampai 4 ton," ujar Hasto.
Hasto menuturkan, konsumsi lele yang per kilo hanya Rp 20 ribu lebih hemat dibanding mengajak warga konsumsi daging sapi yang harganya di Kulon Progo mencapai Rp 125 ribu per kilogram.
Menanggapi usulan Bupati Kulon Progo itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengapresiasi penuh langkah Hasto."Edukasi untuk warga soal daging sapi ini effort yang baik," ujar Enggar.
Namun Enggar mengingatkan, bahwa ada budaya di Indonesia yang saat hari besar keagamaan di pasar harus tersedia daging."Kami setuju ada edukasi pada masyarakat itu (soal konsumsi ikan), tapi lebih baik daging juga tetap disiapkan untuk mereka yang menggunakan saat hari besar keagamaan," ujarnya.
Enggar menuturkan pemerintah menyediakan stok daging namun bukan untuk memaksa daerah harus mengambilnya. Seperti kasus di Kabupaten Lamongan Jawa Timur yang menolak menyediakan stok daging impor masuk.
"Kami pemerintah mempersilahkan (daging impor) tidak boleh masuk, tapi jika rakyat protes cari daging jangan salahkan pusat kalau yang tersedia di pasar daging yang lebih mahal di atas Rp 80 ribu per kilogram," ujarnya.
Kementerian Perdagangan saat ini telah mengupayakan harga daging sapi bisa mencapai Rp 80 ribu per kilogram ke konsumen melalui stok yang didatangkan para importir dari India dan Australia. "Sebab kewajiban kami menyediakan daging paha depan beku seharga Rp 80 ribu, ya kami siap, kebijakan daerah menyatakan tidak silahkan, hanya kalau menjadi soal dan rakyat kecewa ya marah ke pemerintah daerah," ujarnya.
Begitu halnya kebijakan soal beras yang harganya berupaya ditekan dan stabil sampai masyarakat. Enggar mengaku sangat mengapresiasi jika ada daerah yang surplus memenuhi kebutuhannya sendiri daripada harus dibantu lewat Badan Urusan Logistik (Bulog). "Kami akan salurkan beras dari Bulog ke daerah yang pasokannya kurang seperti Indonesia Timur di Maluku dan NTT, tapi kalau beras di daerah itu kurang, beritahu kami," ujarnya.