TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. (Persero) Kartiko Wirjoatmodjo mengklarifikasi soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mencatat ada piutang yang berpotensi tak tertagih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp 2,95 triliun. Hal ini terdapat dalam dokumen ikhtisar hasil pemeriksaan (IHPS) semester II 2017.
Kartiko menjelaskan, piutang-piutang yang berpotensi tak tertagih itu merupakan kredit yang diberikan Bank Mandiri untuk membiayai modal kerja. Penyaluran kredit kerja itu memang memiliki risiko cukup besar jika kondisi perekonomian tidak stabil.
"Karena perbankan memang sering dikritik untuk tidak hanya membiayai fix aset tetapi juga perputaran usaha. Jadi kita banyak membiayai modal kerja, yang memang tantangannya ketika macet, penagihannya susah," ujar Kartiko saat berkunjung ke kantor Tempo di bilangan Palmerah, Jakarta Barat, Kamis, 5 April 2018.
Baca: Bank Mandiri Luncurkan Pilot Project Pembayaran QR Code Juni 2018
Menurut BPK, pemberian kredit Bank Mandiri Rp 2,94 triliun ke lima kreditor memiliki risiko tinggi. Selain itu dalam pemberian kredit ini kurang menerapkan prinsip kehati-hatian.
Lima kreditor ini di antaranya adalah PT TAB, PT AMBE, PT RA, PT CSI dan PT PI. "Kredit ini memiliki risiko tinggi dan kurang menerapkan prinsip kehati-hatian," tulis Moermahadi Soerja Djanagara Ketua BPK RI dalam dokumen IHPS semester II 2017, yang dikutip pada Kamis, 5 April 2018.
Adapun lima alasan BPK menetapkan penyaluran kredit ke lima debitur ini tidak sesuai ketentuan. Pertama, analisis kredit atas pemberian kredit investasi refinancing PT TAB 2014 dan kredit PT PI 2013 tidak dilakukan secara memadai.
Kedua, pemberian fasilitas kredit modal kerja dan penentuan syarat pencairan 2011 kepada PT CSI berisiko tinggi. Ketiga, dokumen analisis pemberian kredit modal kerja terindikasi tidak benar dan skema penarikan fasilitas kredit modal kerja PT RA terindikasi menggunakan purchase order fiktif.
Keempat, analisis take over fasilitas kredit investasi 1 dan 2 PT AMBE dilakukan tanpa memperhitungkan kemampuan debitur dan pemberian kredit investasi dua berindikasi double financing. Alasan terakhir, agunan tidak meng-cover kredit.
Terkait hal tersebut, Kartiko tidak menampik jika mungkin saja ada ketidaksesuaian verifikasi alias piutang tak sesuai dengan yang ada buku. Namun, terkait kasus ini, apakah murni risiko bisnis atau terdapat unsur kesengajaan di dalamnya, Bank Mandiri akan menyerahkan semua pembuktian lewat proses hukum.