TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2017 dari pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyerahan dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 5 April 2018, sekitar pukul 10.00.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan hasil pemeriksaan signifikan pada pemerintah pusat terkait dengan pengelolaan tata niaga impor pangan yang dilakukan Kementerian Perdagangan. "Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 5 April 2018.
Selain itu, BPK memeriksa pengelolaan keuangan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hasilnya, pengelolaan pungutan dan penggunaan dana perkebunan pada BPDPKS dan instansi terkait lain pada 2015-2017 belum didukung penuh sistem pengendalian intern yang memadai dan belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
BPK, kata Moermahadi, memeriksa upaya penanganan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara. "Hasilnya, upaya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam penanganan kelebihan kapasitas pada lapas dan rutan belum efektif dalam aspek regulasi, kebijakan dan komitmen, organisasi, dukungan sumber daya manusia, dukungan sarana dan prasarana, dan kerja sama dengan pihak ketiga," ujarnya.
Baca juga: BPK Sebut Masih Ada Masalah Kompetensi soal Profesionalisme Guru
Moermahadi berujar pihaknya telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 2,37 triliun pada semester II 2017. Jumlah itu berasal dari penyerahan ke kas negara, daerah, atau perusahaan senilai Rp 65,91 miliar, koreksi subsidi Rp 1,63 triliun, serta koreksi recovery Rp 674,61 miliar.
Ia menuturkan IHPS II 2017 memuat hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan hingga 2017 atas LHP yang diterbitkan pada 2005-2017. Secara keseluruhan, kata dia, pada periode 2005-2017, BPK telah menyampaikan 476.614 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa senilai Rp 303,63 triliun.
"Dari nilai itu, yang telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 348.819 rekomendasi (73,2 persen) dengan jumlah Rp 151,46 triliun," ucapnya.
Moermahadi berujar, selain penyelamatan keuangan negara, BPK memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah 2005-2017 dengan status telah ditetapkan. Hasil pemantauan menunjukkan kerugian yang telah ditetapkan senilai Rp 2,66 triliun yang terjadi pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.
"Tingkat penyelesaian yang terjadi pada periode 2005-2017 menunjukkan terdapat angsuran senilai Rp 193,63 miliar (7 persen), pelunasan senilai Rp 774,65 miliar (29 persen), dan penghapusan senilai Rp 70,11 miliar (3 persen)," tuturnya.
Moermahadi menuturkan, khusus pemantauan pada pemerintah pusat, terdapat kerugian negara senilai Rp 719,65 miliar dengan tingkat penyelesaian terdiri atas angsuran senilai Rp 24,64 miliar (3 persen), pelunasan Rp 91,67 miliar (13 persen), dan penghapusan Rp 48,55 miliar (7 persen). "Sisa kerugian pada pemerintah pusat adalah Rp 554,79 miliar (77 persen)," katanya.