TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan kasus kebocoran data 50 juta pengguna Facebook dapat menjadi momentum kebangkitan media sosial Indonesia.
"Jangan sampai masyarakat Indonesia hanya jadi pengguna saja," ujar Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga APJII Tedi Supardi Muslih dalam keterangan tertulis, Senin, 2 April 2018.
Menurut hasil survei APJII, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143 juta jiwa dari total 262 juta penduduk. Kebanyakan dari jumlah itu menggunakan internet untuk berinteraksi di media sosial.
Simak: Ini Rencana Inovasi Bisnis Baru Facebook
Tedi mengatakan pertumbuhan penetrasi internet di Indonesia sepanjang 2017 menunjukkan separuh pengguna teknologi internet adalah milenial atau sekitar 49,52 persen. Pengguna teknologi internet tersebut juga tersebar diseluruh wilayah.
"Dengan potensi pelanggan sebanyak itu harusnya bisa muncul media sosial khas Indonesia," ujar Tedi.
Dalam hal ini, Tedi mengatakan Indonesia dapat mencontoh Cina. Menurut dia, Cina berhasil melaju di dunia internet dengan media sosial seperti Baidu, Weibo, dan Wechat.
Di sini lain, Tedi mengatakan kasus kebocoran data Facebook juga menjadi pelajaran tentang keamanan data pribadi. Untuk itu, dia mendesak RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dimasukkan dalam program legislasi nasional.
Senada dengan Tedi, ahli digital forensik Rubi Alamsyah mendesak RUU Perlindungan Data Pribadi untuk dijadikan prioritas oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan dunia siber.
Menurut Rubi, regulasi dan undang-undang diperlukan agar masyarakat tak khawatir dengan keamanan data pribadi. Terlebih, saat ini pemerintah sedang mengumpulkan data masyaraka melalui e-KTP dan registrasi kartu prabayar.
Dengan aturan tersebut, Rubi mengatakan data pribadi masyarakat akan terlindungi, khususnya berkaitan dengan pemanfaatan oleh pihak ketiga seperti pemilik media sosial. "Jadi pihak ketiga ini, harus menjaga data nomor penting itu sesuai dengan standard PDP nanti," katanya.
Sebelumnya, skandal kebocoran data 50 juta pengguna Facebook melibatkan Cambridge Analytica untuk kampanye Donald Trump dalam pemilihan Presiden Amerika pada 2016.