TEMPO.CO, Pangkalpinang - Kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menetapkan resi gudang untuk sektor perkebunan lada dinilai justru menjadi boomerang karena berdampak negatif membuat harga anjlok. Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Bangka Belitung menilai anjloknya harga lada karena pembeli di luar negeri mengira lada Bangka Belitung overstok dengan adanya resi gudang.
"Sebelum ada resi gudang harga jual ditingkat petani mencapai Rp 170 ribu per kilogram. Dengan adanya penetapan resi gudang harga semakin turun. Bahkan hari ini harga cuma Rp 59 ribu per kilogram. Resi gudang ini seharusnya ditetapkan jika memang produksi lada melimpah. Kenyataannya barang sulit dengan total ekspor tidak pernah lebih dari 5 ribu ton per tahun," ujar Aspawi Kepala Seksi Pembibitan BP3L Bangka Belitung kepada Tempo, Selasa, 3 April 2018.
Simak: Lada Indonesia Pasok 20 Persen Kebutuhan Dunia
Aspawi mengatakan ada hal yang kurang tepat dalam penerapan sistem resi gudang sehingga perlu dirubah dan dievaluasi kembali. Resi gudang, kata dia, membuat pembeli mengira lada Bangka Belitung over stok sehingga berlaku hukum ekonomi dimana barang sedikit harga naik dan barang melimpah harga turun. Hal tersebut jauh berbeda dengan fakta dan kondisi di lapangan.
"Ini harus diluruskan agar petani tidak terus merugi. Termasuk soal data bahwa ekspor lada Bangka Belitung mencapai 80 ribu ton. Itu data darimana. Vietnam sebagai eksportir lada nomor satu di dunia hanya 40 ribu ton. Sedangkan kebutuhan dunia juga hanya 70 ribu ton per tahun. Ekspor lada kita cuma 4,7 ribu ton. Perlu diketahui, bukan cuma Bangka Belitung yang ekspor lada, di Indonesia juga ada di Sulawesi, Kalimantan dan daerah lain," ujar dia.
Menurut Aspawi, saat ini para eksportir kesulitan mencari lada karena produksinya semakin menurun. Apalagi saat ini, kata dia, lahan sudah semakin sempit dengan banyaknya perkebunan kelapa sawit, ubi casesa dan pertambangan timah.
"Yang diutamakan saat ini bukan lagi soal berapa banyak. Namun bagaimana memanfaatkan teknologi agar produksi lada per pohonnya meningkat, dari satu kilogram satu pohon bisa menjadi dua kilogram. Jadi saat harga turun, petani tidak rugi besar karena produksinya naik," ujar dia.
Untuk itu, kata Aspawi, pihaknya mendorong Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bisa merubah sistem yang sudah berjalan dan melakukan pendataan secara rill berapa banyak petani lada, luas area tanam dan pohon yang produktif.
"Data dilakukan dengan rill. Jangan yang baru menanam atau ada pohon yang sudah mati masuk hitungan. Karena lada baru bisa panen saat memasuki usia 2,5 tahun sampai 3 tahun. Resi gudang ini prinsipnya bagus namun untuk kondisi normal.
Kalau harga terus anjlok, cita-cita kita merevitalisasi lada untuk mengembalikan kesejahteraan petani dan membuat petani semangat menanam, sebaiknya lupakan saja. Jadi resi gudang ini perlu dikaji ulang," ujar dia.
Ketua Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI) Zainal mengatakan ada atau tidak resi gudang tidak memiliki pengaruh terhadap eksportir. Namun dia mengakui jika saat ini eksportir kesulitan mengumpul dan membeli lada dari petani karena barang susah didapat. Bahkan kata dia, saat ini eksportir lada jumlahnya semakin berkurang.
"Sebelumnya ada 28 eksportir lada yang terdaftar. Termasuk didalamnya 5 BUMN. Namun sekarang semakin menurun. Apa yang mau diekspor jika barang tidak ada dan sulit didapat. Saat ini eksportir membeli lada dengan mengumpulkannya dari petani. Kalau sudah cukup banyak baru ekspor," ujar dia.
Zainal menambahkan pihaknya mengharapkan adanya kerjasama yang terintegrasi bersama pemerintah daerah dan pihak terkait untuk mencari solusi meningkatkan produktivitas lada. Dia menyambut positif rencana Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman untuk menyediakan areal tanam lada yang baru seluas 45 ribu hektar.
"Yang penting harus ada pendataan. Memang resi gudang bukan merupakan indikator bisa menaikan harga jika produksi belum melimpah. Kita perlu duduk bersama mencari solusi agar produktivitas naik dan petani kembali bergairah menanam lada," ujar dia.