TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tidak setuju apabila pemerintah mengkategorikan sepeda motor, termasuk yang digunakan untuk ojek online seperti Go-Jek dan Grab, sebagai angkutan umum, sehingga tarifnya tak bisa diatur.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan berdasarkan Pasal 47 ayat 3 Undang-undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), sepeda motor tidak bisa masuk dalam kategori angkutan umum.
Baca Juga:
"Kami tidak setuju sepeda motor menjadi angkutan umum. Jadi, tarifnya tidak bisa diatur," ujar Tulus, Rabu, 28 Maret 2018.
Baca juga: Pengemudi Go-Jek dan Grab Minta Tarif Naik Jadi Rp 4.000 per Km
Dia menambahkan, selain dasar hukum, pendapat tersebut juga mempertimbangkan tingkat keamanan dan kenyamanan penumpang. Kedua faktor tersebut menjadikan kendaraan beroda dua tidak layak sebagai moda transportasi umum.
Pemerintah menggelar pertemuan dengan perusahaan transportasi online di Kantor Staf Presiden (KSP), Rabu sore, 28 Maret 2018.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara perwakilan pengemudi taksi online dan KSP, serta pertemuan antara perwakilan pengemudi ojek online dan Presiden Joko Widodo yang keduanya diselenggarakan pada Selasa, 27 Maret 2018.
Baca juga: Demo Grab Go-Jek, Jokowi Kaget Tarif Ojek Online Rp 1.600 per Km
Sebelumnya, pengemudi ojek online melakukan demonstrasi menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah di Lapangan Monas. Pertama, pemerintah harus merevisi pasal 47 ayat 3 UU LLAJ.
Kedua, pendemo juga meminta pemerintah memastikan posisi kemitraan dalam RUU Ketenagakerjaan. Pasalnya, hubungan antara perusahaan penyediaan layanan aplikasi (Go-Jek dan Grab) dan pengemudi masih sebatas mitra kerja, bukan karyawan.
Tuntutan terakhir soal tarif. Perusahaan aplikator seharusnya bisa merasionalisasikan tarif sesuai dengan kebutuhan.