INFO BISNIS - Sebagai rangkaian respons Indonesia atas langkah Uni Eropa (EU) menghambat ekspor sawit, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menemui Wakil Ketua Parlemen Uni Eropa Heidi Hautala, Senin, 26 Maret 2018. Setelah mendapat penjelasan dari Menteri Lingkungan Siti Nurbaya, Hautala mengapresiasi berbagai upaya Indonesia memperbaiki pengelolaan lahan di Indonesia, terutama dalam aspek lahan.
Hal yang sama juga disampaikan Komisioner Karmenu Vella yang membawahi bidang lingkungan dan Ketua Persahabatan Parlemen Indonesia-Uni Eropa Ana Gomes. Kedua pihak menghargai kerja sama pengembangan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang merupakan skema pertama yang berjalan dalam kerangka EU forest law enforcement governance and trade (FLEGT).
Skema tersebut akan diterapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang sedang disempurnakan dan akan disahkan dalam sebuah peraturan presiden pada akhir 2018. Terkait dengan hal itu, Wakil Ketua EU menyarankan mengintegrasikan ISPO dengan skema internasional responsible sustainable palm oil (RSPO).
"Penerapan SVLK pada ISPO merupakan hal baik karena EU mementingkan transparansi," ujar Hautala.
Lebih lanjut, Menteri Siti Nurbaya, yang didampingi duta besar Indonesia untuk Brussels, Yuri Thamrin, menjelaskan, produksi kelapa sawit menjadi tumpuan hidup lebih dari 4 juta orang secara langsung serta 21 juta orang secara tidak langsung. Sebanyak 42 persen di antaranya adalah petani kecil.
Hautala menjelaskan, sejak Kamis kemarin, dokumen proses pembahasan antara parlemen, dewan dan komisi EU mengenai rencana pengenaan tarif kelapa sawit terbuka untuk publik sesuai dengan perintah pengadilan. Ini memudahkan Indonesia mencermati serta menyampaikan respons.
Hal lain yang menjadi pembicaraan adalah pencemaran laut. Menteri Siti menuturkan pemerintah pusat telah menggalang kerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah untuk menahan arus sampah dari daratan. (*)