TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN periode 2005-2010, Muhammad Said Didu, menyambut baik rencana pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN bidang minyak dan gas bumi. Dalam holding ini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan Pertamina Gas (Pertagas) akan menjadi perusahaan anggota holding di bawah PT Pertamina.
"Penggabungan ini akan lebih memudahkan pemerintah mengefektifkan pemanfaatan gas untuk kepentingan negara," kata Said dalam sebuah diskusi di Hotel Atlet Century, Senin, 26 Maret 2018.
Simak: BUMN di Pusaran Liberalisasi
Said mengatakan intervensi pemerintah atas gas selama ini tertahan karena PGN bukan BUMN yang sepenuhnya milik negara. Dengan status Tbk PGN, kata dia, pemerintah tidak bisa memaksakan pelaksanaan public service obligation atau PSO.
"Nanti melanggar Undang-Undang Pasar Modal," ujarnya. Maka, dengan holding BUMN migas ini, Said mengatakan pelaksanaan PSO untuk gas akan lebih mudah. "Tinggal memberikan tugas itu kepada Pertamina," ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara juga mendukung pembentukan holding itu. Namun dia menuturkan pemerintah tetap harus memperhatikan beberapa aspek, seperti pengawasan. "Dengan turun menjadi PT, kontrol oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini bisa hilang," tuturnya.
Marwan berujar pembentukan holding harus sejalan dengan penguatan pengawasan. Menurut Marwan, pengendalian sepenuhnya oleh Kementerian membuat holding tersebut rawan korupsi, kolusi, dan Nepotisme. Karena itu, Marwan memiliki beberapa saran. "Seperti mungkin di atur dalam Undang-Undang Minyak dan Gas baru atau PP (peraturan pemerintah) khusus soal holding," katanya.