TEMPO.CO, Jakarta - Terhitung mulai Senin ini, 26 Maret 2018, Uber menyerahkan semua lini bisnisnya di Asia Tenggara kepada Grab. Uber Technologies Inc menyatakan kemitraannya dengan Grab akan membuat perusahaan lebih berfokus pada pasar utama.
CEO Uber Dara Khosrowshahi mengatakan bermain dalam terlalu banyak pasar bisa berbahaya bagi perusahaan. Sedangkan berfokus di pasar utama tidak hanya memperkuat operasional perusahaan, tapi juga memberikan pemilikan saham yang lebih besar dan lebih bernilai di pasar-pasar penting yang tidak dipenetrasi langsung oleh Uber.
"Walaupun aksi merger dan akuisisi akan selalu menjadi langkah penting bagi perusahaan, tapi ke depannya kami akan lebih berfokus pada pertumbuhan organik dari pengembangan produk, layanan, dan teknologi terbaik dunia. Kami juga akan membangun kembali brand perusahaan menjadi sebuah brand yang mendapat dukungan dari para pengemudi, kota-kota, dan penumpang kami," tuturnya dalam pernyataan yang disampaikan melalui laman resmi Uber, Senin, 26 Maret.
Baca juga: Uber Hengkang dari Asia Tenggara, Serahkan Bisnis ke Grab
Uber masuk ke Asia Tenggara pada 2013, di mana Singapura menjadi pasar pertamanya. Khosrowshahi berterima kasih kepada tim Uber di kawasan ini dan mengapresiasi kerja keras yang telah dilakukan di delapan negara Asia Tenggara hingga saat ini.
Setelah berinvestasi US$ 700 juta di kawasan tersebut, Uber akan memiliki saham bernilai beberapa miliar dolar AS di perusahaan hasil konsolidasi dengan Grab. Nilai tersebut setara dengan saham 27,5 persen.
"Sekitar 500 rekan kita di Asia Tenggara bakal beralih ke Grab dan dalam beberapa pekan ke depan kita akan membantu para pelanggan untuk pindah ke aplikasi Grab," ujarnya.
Baca juga: Diakuisisi Grab, Bagaimana Nasib Pengemudi dan Layanan Uber?
Khosrowshahi menyatakan kemitraan ini merupakan sebuah langkah tepat bagi Uber dalam jangka panjang. Di Asia Tenggara, layanan Uber tersedia di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Sebelum melepas bisnisnya di Asia Tenggara, Uber sudah lebih dulu melego lini usahanya di Cina kepada Didi Chuxing pada 2016.
Pada 2017, Uber juga melepas bisnisnya di Rusia kepada Yandex NV, perusahaan teknologi besar asal Negeri Beruang Merah. Kedua perusahaan melakukan merger, di mana Yandex menguasai 59,3 persen saham di perusahaan baru itu, sedangkan 36,6 persen lainnya dimiliki Uber.