TEMPO.CO, Jakarta - Tak mudah mendapatkan apartemen di kawasan Ibu Kota, apalagi yang gratis sifatnya. Perlu ada pengorbanan, mulai dari kaki bengkak akibat berdiri berjam-jam di dalam ruang sempit berkapasitas 18 orang dan harus mencium berbagai bebauan selama lima hari tak mandi.
Setidaknya hal itu dirasakan oleh pemenang program Rumah Sempit, Sri Hariyani, 39 tahun. "Lima hari tidak boleh mandi. Kaki saya sampai bengkak," kata Sri di Mal Kota Kasablanka, Ahad, 25 Maret 2018.
Rumah Sempit merupakan program memperebutkan satu apartemen seharga Rp 350 juta. Bagi peserta yang berhasil melewati pelbagai tantangan berhak memperolehnya gratis. Program ini bagian dari pameran properti, Festival Properti Indonesia 2018, yang dipelopori situs properti rumah123.com.
Sri menceritakan pengalamannya memperebutkan satu unit apartemen Tifolia tipe studio di Kelapa Gading. Dia dan 17 peserta lain harus siap 24 jam untuk menjalankan tantangan panitia Rumah Sempit. Selama 24 jam itu, peserta hanya memiliki tiga jam waktu istirahat. Kompetisi berlangsung dari 21-25 Maret 2018.
Rabu malam, 21 Maret 2018 tepatnya pukul 19.00 WIB, peserta ditempatkan di dalam satu ruang sempit. Mereka harus berdiri tegak, kaki tak boleh melewati batas tempelan berbentuk persegi berukuran sekitar 80 x 80 sentimeter. Setiap peserta berdiri di atas tempelan bergambar dua kaki itu.
Selama lima hari empat malam, Sri merasakan bagaimana hidup dengan 17 orang di dalam satu ruangan. Tak ada satu orang pun diperbolehkan mandi. Mau tak mau Sri mencium aroma keringat atau bau kentut.
Tantangan lainnya juga beragam. Di dalam ruangan itu, para peserta pernah dijemur dan berpanas-panas. Pernah juga mereka diguyur air. Namun, bagi Sri tantangan terberat ketika harus mengangkat dua kantong plastik dengan berat masing-masing sekitar lima kilogram.
Baik laki-laki atau perempuan, bobot plastiknya sama. Siapa yang bertahan selama dua jam berhak mengikuti tantangan selanjutnya "Jadi tangan kanan dan kiri pegang plastik dan harus berdiri tegak. Posisi kaki tidak boleh berubah," ujar Sri.
Bahkan, panitia memberikan tantangan saat dini hari. Waktu itu, lanjut Sri, peserta tak boleh menggerakkan posisinya. Harus berdiri tegak, kaki tidak boleh keluar batas, kepala jangan sampai menunduk.
Hanya tangan yang boleh bergerak dengan tiga gaya, yakni tangan di samping kiri-kanan, tangan dilipat, dan tangan masuk kantong celana. Kemudian, panitia memutarkan lagu yang, "Membuat suasana ngantuk," kata Sri.
Selain lolos tantangan, ada syarat lain. Sri perlu menukarkan barang berharganya dengan satu unit apartemen. Sri mengaku rela menukarkan kalung kayunya. Kalung itu dia anggap selalu membawa keberuntungan. Keberuntungannya, yakni pernah ditraktir teman kantor hingga memenangkan satu apartemen. "Tapi worth it," ujarnya.
Project Manajer Rumah Sempit Andi Shadam Arman memastikan, tantangan-tantangan tersebut tak membahayakan kesehatan peserta. Sebab, pihaknya telah berkonsultasi ke dokter terlebih dulu. Menurut Andi, normalnya manusia mampu tidak tidur maksimal tujuh hari. Artinya, tidak tidur lima hari empat malam masih dalam batas aman.
Para peserta pun akan dicek kesehatannya oleh dokter yang disediakan panitia. Setiap kali peserta keluar ruangan, kata Andi, dokter sudah siap memeriksa.
Ada juga pengecekan urin setiap pagi untuk memastikan peserta tak menggunakan obat berupa doping. Selain itu, panitia menyediakan makanan sehat. Artinya, peserta tak diizinkan mengonsumsi makanan di luar yang disajikan panitia.
Andi mengklaim, peserta Rumah Sempit tahun ini lebih variatif. Sebab, mayoritas peserta adalah generasi milenial. Dulu, peserta Rumah Sempit 2016 melewati tantangan selama tiga hari dua malam. Justru durasi tahun ini diperpanjang dengan harga apartemen lebih mahal Rp 50 juta. Tujuannya ingin mengajarkan kalau mau mempunyai rumah butuh perjuangan," ujar Andi.