TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia optimistis jika pasar saham tidak akan bergejolak dengan adanya sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina atau pun The Fed yang akan menaikkan suku bunga tiga atau empat kali dalam tahun ini.
Seperti diketahui, dari lima hari perdagangan saham pada pekan ketiga Maret ini, indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan sebanyak empat kali atau turun sebesar 1,49%.
Baca: Perang Dagang Amerika Cina, Indonesia Bisa Lirik Partner Lain
Menurut Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nicky Hogan, kondisi tersebut wajar saja terjadi karena para pelaku pasar terpancing dengan sentimen dari luar. Namun, dia meyakini fundamental makroekonomi domestik bisa menopang pertumbuhan indeks.
"Kita percaya bahwa ini hanya akan berlangsung sementara. Kalau melihat faktor internal saat ini, tidak ada hal signifikan untuk dikhawatirkan selama inflasi terjaga dan BI juga mengatakan tidak menaikkan suku bunga acuan," kata Nicky kepada Tempo di Graha Niaga CIMB pada Sabtu, 24 Maret 2018.
Di lain sisi, lanjut Nicky, saat ini juga sudah ada dua emiten yang go public dan 22 calon emiten baru yang akan mencatatkan saham perdananya (initial public offering) pada 2018. "Ini baru Maret, total calon emiten baru sudah 24. Sementara target untuk 2018 adalah 35 emiten. Jadi ini cukup memberikan optimisme," kata Nicky.
Selain target pencatatan saham baru, right issue dan obligasi. Pada tahun 2018 BEI menetapkan asumsi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) BEI sebesar Rp 9 triliun atau meningkat dibandingkan target 2017 versi revisi sebesar Rp7,75 triliun. "Saat ini, transaksi kita sekitar RP 8,9 T per hari," ujar dia.
Dengan catatan-catatan itu, Nicky menyatakan, pasar saham tidak akan mengalami gejolak. "Turun naik tentu biasa, tidak ada grafik yang lurus terus. Selama semua masih bisa diprediksi, kita bisa menyiapkan langkah antisipasi," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Analis Binaartha Sekuritas, Nafan Aji Gusta. Dia memprediksi IHSG akan menguat untuk pekan depan. Mengingat secara psikologis, IHSG sudah turun begitu dalam selama bulan ini. "Secara umum, fundamental makroekonomi domestik bisa menopang pertumbuhan indeks," kata Nafan.