TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Faisal Basri, mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution soal pentingnya peningkatan utang pemerintah demi pembangunan infrastruktur Indonesia. Faisal menyebutkan pernyataan Darmin tersebut tidak sesuai dengan kenyataan bahwa infrastruktur tidak sepenuhnya dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Terbukti sekali bahwa tidak benar apa yang dikatakan Pak Darmin, yang mengatakan tak utang, pembangunan infrastruktur lambat. Terbukti bahwa utang itu relatif kecil hubungannya dengan pembangunan infrastruktur,” kata Faisal dalam sebuah diskusi di kantor Indef, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Maret 2018.
Baca: 4 Negara Gagal Bayar Utang ke China, Indef Ingatkan Akibatnya
Faisal lalu menyebutkan utang pemerintah justru melalui badan usaha milik negara (BUMN). Dia berujar, APBN hanya membiayai light rail transit (LRT) sebesar Rp 1,6 triliun.
Sedangkan sisa dananya dianggarkan melalui pinjaman oleh PT Adhi Karya Tbk. Faisal juga menuturkan pembangunan transmisi listrik yang dulunya dibiayai APBN kini bergantung pada Perusahaan Listrik Negara.
Baca Juga:
Menurut Faisal, utang yang seharusnya untuk pembangunan infrastruktur itu justru dialokasikan ke belanja pegawai dan pos lain. Hal itu menyebabkan anggaran belanja pegawai kerap meningkat selama empat tahun terakhir.
Faisal kemudian menunjukkan data yang diperoleh dari Kementerian Keuangan pada 2014. Pada tahun tersebut, alokasi belanja pegawai mencapai 20,25 persen dari total APBN. Angka itu meningkat pada 2015 menjadi sebesar 23,76 persen dan 2016 sebesar 26,44 persen dari APBN.
Pada 2017, alokasi anggaran belanja pegawai sedikit menurun di angka 26,25 persen. “Terbukti utang digunakan untuk meningkatkan pos lain, termasuk pegawai. Ini bukan Orde Baru. Jadi enggak benar nih, sorry, Pak Darmin,” tutur Faisal dengan nada tinggi.
Sebelumnya, Darmin mengatakan utang luar negeri Indonesia digunakan untuk membangun infrastruktur. Menurut dia, pemerintah bisa saja tak mengajukan utang, tapi nantinya tidak ada pembangunan infrastruktur.
Darmin juga menyebutkan utang luar negeri Indonesia tersebut berada dalam level aman. “Beban utang kita tidak termasuk tinggi di antara negara mana pun,” ucap Darmin di kantornya, Rabu, 7 Maret 2018.