TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Meutya Hafid mengatakan akan memanggil Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri untuk membahas pengamanan data pelanggan seluler.
"Minggu depan, kami adakan panja (panitia kerja)," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 21 Maret 2018.
Meutya mengungkapkan ada temuan selisih data pelanggan yang sudah teregistrasi dengan data kependudukan dan catatan sipil. Data pelanggan yang tercatat operator berjumlah 304 juta, sementara di Dukcapil sekitar 350 juta. "Untuk memastikan pengamanan perlindungan pelanggan seluler, Komisi I membentuk panja untuk mendalami perbedaan ini dari mana," ujarnya.
Baca: Data Pelanggan Seluler Bocor Saat Registrasi, Jawaban Rudiantara?
Secara sistem, Meutya menuturkan tidak ada kebocoran data pelanggan seluler. Namun dalam praktiknya, kata dia, ada kemungkinan pelanggan minta tolong penjual nomor kartu SIM di gerai untuk registrasi.
Menurut Meutya, melalui tangan ketiga itulah yang berpotensi menimbulkan kebocoran data. "Plus kebocoran data yang diserahkan sebelumnya yang tidak terkait registrasi. Itu akan kami dalami oleh panja nanti," ucapnya.
Menurut Meutya, Panja Perlindungan Data Pelanggan Seluler, yang dibentuk Komisi I, akan bekerja dengan cepat. Ia menegaskan tidak akan melakukan moratorium proses registrasi. Namun temuan selisih itu perlu diperbaiki karena berkejaran dengan masa registrasi yang terus berjalan. "Prediksinya dalam dua kali masa sidang, paling lama Panja sudah bisa selesai memberikan rekomendasi atau perbaikan pada operator seluler atau Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika)," tuturnya.
Anggota Komisi Keamanan dan Telekomunikasi DPR, Andreas Hugo Pareira, sebelumnya juga meragukan data kependudukan masyarakat yang melakukan registrasi kartu prabayar tersimpan aman. Menurut dia, saat ini belum ada aturan yang menyebutkan siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas kebocoran dan penyalahgunaan data tersebut.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut mengatakan program registrasi kartu prabayar tersebut melibatkan banyak pihak, seperti Kementerian Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, dan para provider. Namun tak ada yang bisa dijadikan rujukan penanggung jawab kebocoran data pelanggan seluler. “Ketika kami kunjungan langsung ke provider memang terkesan aman, tapi siapa yang bisa memastikan?” katanya, Senin, 19 Maret lalu.