TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi Keamanan dan Telekomunikasi Dewan Perwakilan Rakyat Andreas Hugo Pareira ragu data kependudukan masyarakat yang melakukan registrasi kartu prabayar tersimpan aman. Menurutnya, saat ini belum ada aturan yang menyebutkan siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas kebocoran dan penyalahgunaan data tersebut.
“Ketika kami kunjungan langsung ke provider memang terkesan aman, tapi siapa yang bisa memastikan?,” kata Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut di Kompleks Parlemen, Senin, 19 Maret 2018.
Andreas mengatakan dalam menjalankan program daftar ulang kartu pra bayar tersebut, melibatkan banyak pihak seperti Kementerian Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, dan para provider. Tapi, ujarnya, tak ada yang bisa dijadikan rujukan penanggung jawab kebocoran data. Selain itu, dengan sudah ketinggalannya Undang-undang Telekomunikasi Tahun 1999 ditambah belum adanya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi membuat kebocoran data hanya akan jadi polemik dan saling lempar bola jika benar-benar terjadi.
Baca juga: Satu NIK untuk Registrasi Ribuan Nomor, Pelaku Terancam Penjara
Sejak Oktober 2017-13 Maret 2018 sudah ada 304 juta nomor yang teregistrasi. Anggota komisi I lainnya, Elnino Moh Hussein Mohi mengatakan jumlah data tersebut amat menggiurkan jika digunakan pihak lain untuk menawarkan dagangannya, termasuk dagangan politik. “Kalau saya bisa dapat, saya mungkin bisa jadi calon presiden,” ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Bobby Rizaldi mengatakan polemik tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap data konsumen ini sudah jadi cerita lama yang tak kunjung dibenahi. Tanpa program registrasi pun, penyalahgunaan data konsumen seluler sudah sering terjadi. “Sampai saat ini saya juga masih dapat iklan pinjaman gadai STNK dan BPKB,” tutur Bobby.
Menteri Telekomunikasi dan Informatika Rudiantara tak menampik pihaknya tak mengetahui betul bagaimana proses penyimpanan dan pengelolaan data nomor induk kependudukan dan nomor seluler. NIK, ujarnya, merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Adapun nomor seluler merupakan kewenangan para provider. “Kami cuma tahu angka yang sudah daftar saja,” ujarnya.
Meski belum ada Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, Rudiantara mengatakan data seluler tersebut masih bisa nyangkut d di Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. “Ancaman pidana mulai dari 2-12 tahun kurungan dan denda Rp 25 juta sampai Rp 2 miliar,” kata Rudiantara.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arid Fakrulloh menghimbau masyarakat agar melakukan registrasi sendiri tanpa diwakilkan orang lain. Siapapun termasuk gerai atau outlet dilarang keras melakukan registrasi dengan menggunakan NIK dan nomor KK milik orang lain secara tanpa hak, tidak wajar dan tidak pantas. “Dan jangan asal upload NIK di internet,” ujarnya.
Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah,Kepala Eksekutif PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini, dan Kepala Ekskutif PT Indosat Tbk Joy Wahjudi kompak menjamin keamanan data pelanggannya yang melakukan registrasi kartu prabayar. Ketiganya mengatakan telah mengantongi sertifikat ISO 27001 tentang manajemen dan keamanan informasi tingkat dunia.