TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan ternyata pernah bercita-cita ingin menjadi pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1986. Kala itu, ia masih menjadi seorang akuntan yang sering mendatangi kantor pos besar di Jakarta Pusat.
"Saya suka ke kantor pos waktu itu karena belum ada telepon seluler. Terus, uang saya juga pas-pasan, akhirnya sok-sokan romantisme dengan kirim surat ke pacar saya," ujar Jonan, Jumat, 16 Maret 2018.
Baca: Menteri Jonan Imbau Wajib Pajak Lapor SPT Tepat Waktu
Di setiap perjalanannya menuju kantor pos itu Jonan harus melewati kantor BPS. "Setiap lihat kantor BPS, di dalam hati saya pun ada impian untuk bekerja di kantor BPS."
Jonan kemudian menjelaskan alasan kenapa ingin menjadi pegawai BPS. "Saya tuh lihat BPS ini adalah badan yang sangat penting sekali loh," katanya.
Sebab, kata Jonan, BPS memberikan informasi data nasional yang tidak bias dari pengaruh unsur apapun. BPS hanya memberikan fakta. Bagi Jonan data BPS sangat informatif karena hanya berisi data fakta. "Sekarang, BPS pun semakin informatif dan faktual, serta user friendly. Harapannya, BPS juga bisa semakin user friendly untuk generasi berikutnya, kan beda-beda tipe tuh antar generasi," ujarnya.
Ke depan, Jonan punya permintaan kepada BPS. Dia meminta data rasio elektronifikasi disesuaikan dengan dana terkini. Saat ini, data rasio elektronifikasi di BPS hanya memasukkan pelayanan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN).
Padahal, kata Jonan, sudah banyak pembangkit listrik yang dibangun selain PLN. "Di Riau, ada yang bikin pembangkit listrik sendiri untuk 10.000 orang daerahnya."
Selain itu, pembangkit listrik tenaga surya pun juga banyak digunakan skala kecil di rumah-rumah. Hal itu disebut termasuk rasio elektrifikasi. "Kalau cuma nunggu PLN, rasio elektrifikasi Indonesia bakal susah mencapai 100 persen," ujar Ignasius Jonan.