TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad M. Ramli mengatakan beredarnya isu kebocoran data tak menyurutkan niat masyarakat melakukan registrasi ulang kartu seluler prabayar.
"Isu tersebut tidak berdampak signifikan kepada antusiasme masyarakat," katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Maret 2018.
Menurut data yang masuk ke Kementerian, terhitung pukul 07.00 hari ini, Ramli menyebutkan 351.595.558 nomor melakukan registrasi ulang. Menurut dia, jumlah itu hampir menyentuh prediksi Kementerian, yang memperkirakan jumlah nomor yang akan diregistrasi ulang 360 juta nomor seluler. "Sedikit lagi akan sampai 360 juta, sesuai dengan prediksi kami," tuturnya.
Ramli membantah soal isu kebocoran data tersebut. Namun ia tidak membantah adanya penyalahgunaan data nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK) oleh oknum tidak bertanggung jawab dalam proses registrasi ulang.
Ramli menuturkan seluruh data kependudukan tersimpan dengan aman oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dengan perlindungan ketat ISO 270001. Kementeriannya dan operator seluler, kata dia, tidak mengutak-atik data tersebut karena tugas mereka hanya sebatas validasi.
"Kami mengakui di lapangan terjadi penyalahgunaan NIK dan KK, tapi bukan kebocoran. Yang terjadi adalah penyalahgunaan data untuk registrasi. Jadi kata-kata kebocoran itu terlalu tendensius," ucapnya.
Sebelumnya, beredar di media sosial bahwa NIK dan nomor KK salah satu pelanggan operator seluler mengalami kebocoran ketika hendak melakukan registrasi ulang kartu SIM-nya. Salah satu pengguna Twitter mencuit bahwa NIK dan nomor KK-nya digunakan 50 nomor telepon lain tanpa seizinnya.