TEMPO.CO, JAKARTA - Gubernur BI (Bank Indonesia) Agus Martowardojo mengatakan ada dua faktor eksternal yang mengakibatkan fluktuasi nilai tukar rupiah selama bulan Februari-Maret 2018. Salah satu dari faktor tersebut adalah peraturan Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump terkait bea masuk baja dan alumunium.
“Hal ini membuat sentimen yang positif dan kuat untuk US$ kemudian mata uang yang lain tertekan,” kata Agus usai konferensi pers di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Maret 2018.
Simak: Bank Indonesia Waspadai Kebijakan Trump
Meski begitu, Agus mengatakan rencana Trump itu masih dalam pembahasan dan belum tentu mendapatkan dukungan dari senat maupun parlemen. Sehingga, ia pun mengatakan kondisi penguatan US$ tidak akan terus berlangsung.
Faktor kedua, kata dia, adalah rencana The Fed As meningkatkan suku bunga Dollar AS lebih dari tiga kali. Agus menyebut puncak fluktuasi dapat dilihat pada tanggal 22 Maret 2018 mendatang saat anggota The Federal Open Market Committee akan berkumpul membahas hal tersebut.
“Tetapi kami juga dengar bahwa dari anggota FOMC juga menyampaikan bahwa kondisinya tidak sekuat itu. Jadi kondisi daripada kekuatan US$ itu tidak berketerusan,” kata Gubernur BI.
Sebelumnya, Trump mengumumkan pada 1 Maret Amerika Serikat berencana mengenakan tarif 25 persen untuk impor baja dan 10 persen untuk aluminium, karena impor tersebut mengancam keamanan nasional AS.
Di internal pemerintahan Amerika sendiri, kebijakan ini masih menuai kontroversi. Terjadi perdebatan antara Trump dengan kongres dan senat negara Paman Sam itu. Bahkan Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih Gary Cohn mengundurkan diri pada Selasa, 6 Maret 2018, waktu setempat, karena Trump bersiap mengenakan tarif impor baja dan aluminium.