TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan alat pengisi baterai portabel atau power bank di dalam pesawat.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso mengatakan beleid tersebut dikeluarkan menyusul peristiwa ledakan power bank yang dialami maskapai China Southern Airlines pada 25 Februari 2018. Saat itu, power bank yang disimpan di bagasi kabin meledak dan mengeluarkan api sehingga menyebabkan penerbangan ditunda selama tiga jam.
"Peristiwa penerbangan di Cina menjadi alarm bagi seluruh dunia terhadap potensi ancaman keselamatan penerbangan karena kebiasaan orang membawa power bank. Mencegah lebih baik daripada mengobati," kata Agus, Senin, 12 Maret 2018.
Baca juga: Kemenhub Batasi Power Bank Masuk Kabin Pesawat, Simak Aturannya
Kementerian Perhubungan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Keselamatan Nomor 15 Tahun 2018, yang mengatur ketentuan membawa power bank dan baterai lithium cadangan pada pesawat udara. SE yang diterbitkan pada 9 Maret 2018 ini ditujukan kepada maskapai penerbangan dalam dan luar negeri yang terbang di atau dari wilayah Indonesia.
Operator penerbangan, Agus melanjutkan, akan mengawasi besaran daya power bank dan baterai lithium cadangan sejak proses lapor diri (check-in). Pelarangan hanya ditujukan bagi peralatan yang memiliki daya besar.
Sebelumnya, Agus mengatakan, aturan terkait dengan power bank dikeluarkan oleh IATA. Agus mengatakan asosiasi maskapai internasional tersebut menyatakan power bank yang mempunyai kapasitas di bawah 100 Wh dapat dibawa ke dalam bagasi kabin. Sedangkan power bank berkapasitas 100-160 Wh harus melalui persetujuan maskapai yang bersangkutan. Sementara itu, power bank dengan kapasitas lebih dari 160 Wh sama sekali dilarang dalam penerbangan.
"Kapasitas 100 Wh jika dikonversi dalam mAh, biasa tertulis dalam kemasan power bank, adalah sebesar 27.000 mAh. Jadi power bank yang bisa dibawa bebas ke dalam kabin adalah yang berkapasitas di bawah 27.000 mAh dengan voltase 3,6-3,85 V," ujarnya.
Surat edaran tersebut menjadi dasar hukum tindakan petugas regulator dan operator di lapangan terhadap penanganan barang-barang tersebut, baik di bandara maupun saat penerbangan.