TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta masyarakat tidak terlalu khawatir atas depresiasi nilai tukar rupiah yang hingga kini telah mencapai 1,5 persen. Depresiasi itu terhitung dari Januari hingga Maret 2018.
Permintaan agar publik tidak perlu terlalu khawatir, menurut Agus Marto, karena Indonesia dalam keadaan baik. "Kalau seandainya ada volatilitas atau fluktuasi menjauh dari fundamental value-nya, pasti Bank Indonesia akan hadir," katanya di kawasan perkantoran BI, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 9 Maret 2018.
Baca: Rupiah Melemah, Sri Mulyani: Kondisi Dalam Negeri Harus Prima
Agus mengatakan reputasi Indonesia sebagai negara yang memiliki stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan masih terjaga. Menurut Agus, pertumbuhan ekonomi dan nilai inflasi Indonesia dalam keadaan baik.
Untuk pertumbuhan ekonomi, belajar dari 2017, Agus Marto optimistis bank sentral dapat turut menjaganya sesuai target. "Bank Indonesia masih yakin bahwa pertumbuhan ekonomi kita akan tetap pada 5,1 sampai 5,5 persen tahun 2018," katanya.
Selanjutnya, Agus Marto mengatakan nilai inflasi Indonesia selama tiga tahun terakhir juga sesuai target. Untuk Maret 2018 ini, Agus mengatakan pihaknya telah melakukan survei pada 82 kota dengan 164 pasar.
Hasilnya pada minggu pertama, inflasi berada pada kisaran 0,14 persen atau dalam setahunnya berarti 3,31 persen. "Kita juga meyakini Inflasi di 2018 akan sesuai target, yaitu di kisaran 3,5 persen," tutur Agus Marto. Langkah pemerintah untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik akan turut membantu menjaga tingkat inflasi.
Lebih jauh, Agus berujar, terdepresiasinya nilai tukar rupiah dari awal tahun ini disebabkan karena dinamika secara global. Salah satunya adalah pidato Gubernur The Fed Jerome Powell yang disinyalir bernada hawkish atau terindikasi akan menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) lebih dari tiga kali dalam setahun.
Selain itu, jebloknya kurs rupiah baru-baru ini terkena imbas dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah menetapkan kenaikan tarif bea masuk impor baja dan aluminium. Aturan itu berlaku untuk seluruh negara, kecuali Kanada dan Meksiko yang sedang bernegosiasi dengan Amerika terkait dengan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara NAFTA. "Dinamika ini khususnya di Januari, Februari, Maret dalam banyak hal adalah karena faktor eksternal," katanya.