TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meresmikan proyek penyaluran kelebihan daya listrik (excess power) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Bara berkapasitas 3x18 Mega watt milik PT Kaltim Prima Coal (KPC). Jonan meresmikan proyek senilai us$ 150 juta itu di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur pada Kamis, 8 Maret 2018.
"Saya berterima kasih kepada KPC yang berinisiatif menyumbang sepertiga listrik dari kapasitas yang dibangun untuk disalurkan kepada masyarakat dengan tarif yang sangat kompetitif," kata Jonan dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 8 Maret 2018.
Penyaluran excess power PLTU Tanjung Bara tersebut, lanjut Jonan, diharapkan dapat membantu pemerintah mewujudkan penyediaan tenaga listrik secara berkeadilan dengan harga yang terjangkau. "Prinsipnya pemerintah ingin semua lapisan masyarakat menikmati listrik dengan harga terjangkau. Jadi, proyek ini sangat meringankan kerja pemerintah," ujarnya.
Baca juga: Pembangunan PLTB Sidrap di Sulsel Sudah 90 Persen
Excess power PLTU Tanjung Bara ini melengkapi kapasitas PLTU Tanjung Bara yang sebelumnya hanya 2x5 Mega watt, sehingga menjadi 64 Mega watt. Dari total tersebut, 30 Mega watt digunakan untuk kebutuhan listrik di lingkungan KPC (captive power) dan 34 Mega watt sisanya merupakan excess power. Adapun 18 Mega watt diantaranya telah diperjualbelikan kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Untuk terus menggenjot hal serupa, lanjut Jonan, pemerintah juga akan berinisiatif mendorong perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan IUP besar untuk membangun PLTU sendiri. "Saya mendorong semua perusahaan besar dan pemegang IUPK mengelola batu bara untuk membuat PLTU sendiri, PLTU Mulut Tambang atau sepertiganya disalurkan kepada masyarakat," ujarnya.
Mulai tahun 2018, pemerintah memang memprioritaskan pengerjaan proyek PLTU. Hal ini tercantum dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027. Sebab, pembangunan pembangkit listrik tenaga uap ini membutuhkan waktu 4-5 tahun atau lebih lama ketimbang pembangunan PLTG yang butuh waktu 9 bulan, sehingga pemerintah mendahulukan proyek PLTU.