TEMPO.CO, Jakarta - Dari 548 provinsi dan kabupaten/kota, sebanyak 307 belum membentuk satgas daerah pengawalan sistem perizinan investasi online (online single submission/OSS).
"Menurut dugaan saya sebagian besar tidak paham mengenai konsep, kesiapan untuk mengawal, dan terakhir gagap teknologi (gaptek)," kata Ketua Harian Satgas Nasional OSS Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Putra, di Jakarta, Kamis, 8 Maret 2018.
Data per 7 Maret 2018 menunjukkan pembentukan satgas sudah mencapai 88 persen atau 30 provinsi, 40 persen atau 165 kabupaten, dan 47 persen atau 46 kota. Provinsi yang belum membentuk satgas antara lain Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
Provinsi yang seluruh kabupaten dan kotanya telah membentuk satgas, yakni Yogyakarta, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Gorontalo, dan Sumatera Selatan.
Menurut Edi, masing-masing daerah memerlukan satgas untuk mengawal sistem OSS. Sebab, sistem investasi di pusat akan terintegrasi dengan daerah dengan bantuan OSS. Satgas daerah, kata Edi, akan dipimpin oleh sekretaris daerah atau inspektur wilayah.
Edi mencontohkan satgas Vietnam yang terjun langsung ke masyarakat atau mobile service. "Itu yang kita harapkan dari satgas kita," ujar Edi.
OSS dibentuk untuk mengawal investasi. Pada Agustus 2017, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menyatakan, OSS akan memantau atau memastikan pengurusan dan pelaksanaan investasi tidak mentok di satu titik. Thomas berpendapat, pelaksanaan investasi kerap mandek di lapangan akibat ego kementerian dan lembaga.
Menurur Edi, rencananya Presiden Joko Widodo alias Jokowi merilis sistem OSS pada April 2018. Dengan OSS, kementerian dan lembaga di pusat dapat melihat proses perizinan investasi di wilayah.
Begitu juga pemerintah daerah bertugas memantau jalannya izin investasi yang diajukan investor. Karenanya, pembentukan satgas daerah OSS menjadi penting dan wajib. "Karena ada kegiatan ekonomi, ibaratnya ada rezeki di daerah kalian, kalian kawal," ujar Edi.