TEMPO.CO, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia atau BEI mencatatkan pendapatan positif sepanjang 2017. Dalam siaran pers yang diterima Tempo, BEI mengantongi pendapatan usaha pada tahun lalu Rp 1,20 triliun. Pencapaian itu naik 1,96 persen bila dibandingkan dengan 2016, yang mencapai Rp 1,18 triliun.
Dalam keterangan resmi kemarin, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan pendapatan pada 2017 masih kalah bila melihat pencapaian pada 2016 terhadap 2015, yang pertumbuhannya mencapai 21,55 persen. Indikatornya bisa dilihat dari pendapatan jasa transaksi efek pada 2017 sebesar Rp 641,54 miliar, sementara pada 2016 menyentuh Rp 648,94 miliar. "Turun 1,14 persen," kata Tito, Rabu, 7 Maret 2018.
Tito menyatakan penurunan itu disebabkan berkurangnya jumlah hari operasi bursa pada 2017 sebanyak 238 hari. Sedangkan hari operasi bursa pada 2016 mencapai 246 hari. Selain itu, pada 2016 ada program amnesti pajak. Saat itu, ada transaksi yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap peningkatan pendapatan transaksi efek pada 2016.
Adapun dari sisi laba tidak bisa mengikuti kenaikan pendapatan usaha. Laba bersih BEI pada 2017 sebesar Rp 310,65 miliar. Laba itu turun 9,91 persen bila melihat 2016, yang menyentuh Rp 344,80 miliar.
Menurut Tito, turunnya laba disebabkan ada kenaikan beban usaha perusahaan dari Rp 1,03 triliun pada 2016 menjadi Rp 1,12 triliun pada 2017. "Itu karena ada peningkatan keandalan sistem pengoperasian pasar dan sistem teknologi mutakhir," ucapnya. Tak hanya itu, BEI berupaya menyebarluaskan peluang investasi pasar modal ke basis investor domestik yang disebut Tito kian bertambah.
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menilai menurunnya pendapatan jasa transaksi karena berkurangnya jumlah hari bursa bisa saja terjadi. Masih volatilnya pasar bisa menjadi faktor lain turunnya pendapatan jasa transaksi.
Sepanjang 2017, pasar modal menorehkan prestasi yang cukup bagus. Beberapa indikatornya ialah indeks harga saham gabungan, yang menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu 6.355,65. Kenaikan perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana 37 emiten.
Aktivitas perdagangan pun naik dilihat dari melonjaknya frekuensi perdagangan hampir 20 persen. Sedangkan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp 802 triliun. Angka itu datang dari perusahaan yang melakukan initial public offering, penerbitan penambahan saham baru (right issue), sekuritisasi aset, konversi waran, serta penerbitan obligasi pemerintah, perusahaan milik negara, dan swasta.