TEMPO.CO, Jakarta -Rencana kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan bea masuk 25 persen terhadap baja, dikhawatirkan berdampak kepada negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tak memungkiri baja Cina akan kemana-mana, termasuk ke Indonesia jika kebijakan itu nantinya diterapkan.
"Sekarang masih dibahas kebijakan itu (Trump). Tapi memang kalau nanti berjalan, mau tidak mau baja Cina akan kemana-mana termasuk ke Indonesia," kata Darmin Nasution saat ditemui di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat pada Selasa, 6 Maret 2018.
Baca: Pabrik Baja Karbon Morowali Beroperasi pada 2020
Seperti diketahui, akibat kebijakan itu, Cina, selaku produsen baja terbesar di dunia yang juga mengirim baja ke AS, diperkirakan akan mencari pasar lain seperti di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Berdasarkan Data World Steel Association pada 2017, produksi baja Cina mencapai 831,7 juta metrik ton. Sebagian besar digunakan di dalam negeri, sementara yang diekspor sebesar 95 juta ton.
"Kapasitas baja dari Cina memang cukup banyak, yang eks Cina juga banyak. Tapi untuk saat ini, masih terlalu dini bereaksi. Kami rapat koordinasi dulu dengan dengan Menteri Perindustrian," kata Darmin.
Pada 2017 lalu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang pengetatan impor baja dan penambahan pabrik baja baru. Pemerintah telah memproyeksikan aliran baja impor tidak akan sebesar sebelumnya karena adanya regulasi dan kebijakan pemerintah tersebut.
Adanya pabrik baja baru, seperti PT Krakatau Osaka Steel (KOS) juga diperkirakan akan meningkatkan produksi dan pasokan baja dalam negeri. KOS memproduksi baja tulangan, baja profil (siku dan kaki), baja C (channel) dan flat bar dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Produk yang dihasilkan tersebut dijual untuk memenuhi pasar dalam negeri.