TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini menyatakan perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan produk sarang burung walet. Sebab, masih ditemukan beberapa persoalan, khususnya produk yang diekspor ke Cina.
"Beberapa kali kami juga dapatkan brafaks (berita faksimile) dari kedutaan kita di Beijing yang komunikasikan beberapa kendala dalam permasalahan proses sarang burung walet," kata Banun usai musyawarah nasional Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) di Hotel Novotel Mangga Dua Square, Jakarta, Jumat, 2 Maret 2018.
Simak: Ekspor Sarang Burung Walet ke Cina Meningkat 175 Persen
Menurut Banun, ada tiga syarat yang perlu diperhatikan pengusaha sarang burung walet agar bisa mengekspor ke Cina. Tiga syarat itu, yakni ketelusuran (traceability), bersih dengan kandungan nitrit di bawah 30 ppm, dan sarang burung walet diproses pemanasan 70ºC selama 3,5 detik.
Banun memperoleh kabar bahwa pernah ada produk yang tidak memiliki kode penelusuran dan tanggal kedaluwarsa. Kasus lain, yakni ada pencantuman tanggal keduwarsa, tapi palsu.
"Diduga produk tersebut tidak melalui inspeksi dari karantina," ujar Banun.
Tidak hanya pengusaha, pemerintah juga akan meningkatkan sumber daya manusia di laboratorium uji sarang burung walet. Tahun ini, lanjut Banun, pemerintah mewajibkan sumber daya manusia yang mengaudit ke rumah sarang burung walet untuk miliki serifikasi profesi keamanan pangan alias hazard. Untuk mengimplementasikannya, pemerintah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pemerintah juga menambah tiga laboratorium uji. Karenanya, Indonesia memiliki empat laboratorium atau Balai Uji Standar Karantina Pertanian yang berlokasi di Surabaya, Medan, Soekarno Hatta, dan Jakarta.
Ketua Umum PPSBI Boedi Mranata menganggap, tambahan laboratorium uji memang diperlukan. Tujuannya agar pengujian sampel produk tidak hanya berpusat di satu lokasi.
"Keadaan normal (pengujian) anggap saja sampel 1-2 hari selesai. Tapi kalau (antrean) panjang bisa dua minggu dan itu menghambat ekspor," kata Boedi.
Saranf burung walet memang paling banyak diekspor ke Tiongkok pada 2017. Peningkatannya mencapai 175 persen ketimbang 2016. Berdasarkan data yang diperoleh dari kedutaan Indoensia di Beijing, nilai penjualannya mencapai US$ 87,4 juta atau Rp 1,18 triliun.
Sementara ekspor lain yang jumlahnya cukup besar, yakni ke Hongkong, Vietnam, Australia, dan Kanada. Banun tak mengingat angka pasti, namun diperkirakan mencapai ratusan ton sarang burung walet.
Menurut Banun, potensi besar penjualan sarang burung walet ada di Tiongkok. Banun mengklaim, Indonesia telah menguasai 70 persen segmentasi pasar sarang burung walet di Tiongkok. Tren ekspor pun meningkat.
Indonesia telah mengekspor sarang burung walet sebanyak 14.274 kg atau 14 ton pada 2015. Ada peningkatan penjualan di 2016, yakni 22.538 kg atau 22 ton. Kuantitas ekspor semakin bertambah menjadi 52.230 atau 52 ton pada 2017.
Sementara ekspor ke-36 negara, sudah termasuk Tiongkok, sebanyak 700.656 kilogram (kg) atau 700 ton pada 2015. Penjualan itu meningkat menjadi 769.437 kg atau 769 ton pada 2016, dan 1.053.453 kg atau 1.000 ton pada 2017. Ekspor itu melibatkan delapan perusahaan Indonesia yang sudah terdaftar.