TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebutkan nilai tukar rupiah pada kisaran Rp 13.200-Rp 13.300 per dolar AS sebagai rentang yang cocok dengan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan fluktuasi nilai rupiah dalam beberapa hari terakhir yang berada pada kisaran Rp 13.700-Rp 13.800 sudah berlebihan, dan berada di bawah nilai fundamental (undervalued).
"Sebenarnya waktu kemarin trading (perdagangan) pada level Rp 13.200-Rp 13.300 itu masih di level yang cocok ya. Jadi kalau sekarang ini ya menurut kami (Bank Indonesia) sudah terlalu berlebih," kata Mirza di Jakarta, Jumat, 2 Maret 2018.
Baca juga: BI Sebut Kurs Rupiah 13.800 per Dolar AS Berlebihan, Ini Sebabnya
Mirza menegaskan pelemahan rupiah terhadap dolar AS hanya bersifat sementara karena tekanan eksternal. Terlebih, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang melemah terhadap dolar AS.
Pelemahan rupiah ini karena perbaikan data ekonomi AS, terutama dari indikator keyakinan konsumen dan proyeksi kenaikan inflasi. Selain itu, pidato Gubernur baru The Federal Reserve Jerome Powell yang mengafirmasi kenaikan suku bunga acuan AS pada tahun ini secara bertahap menyusul membaiknya perekonomian AS.
Jika melihat kondisi ekonomi domestik, kata Mirza, justru akan memberikan sentimen positif dan akan menahan pelemahan rupiah terlalu dalam.
Baca juga: Kurs Rupiah Tembus Rp 13.800 per Dolar AS, BI Siap Intervensi
"Ini bukan fenomena Indonesia saja. Krona Swedia itu dari awal Februari sampai akhir Februari 2018 melemah 4,9 persen, Dollar Kanada 3,8 persen, Australian Dolar 3,6 persen. Kalau kita lihat negara berkembang, pada waktu awal Februari sampai akhir Februari, Rupiah melemah 2,6 persen," ujar Mirza.
Bank Indonesia mencatat volatilitas rupiah sejak 1 Januari 2018 hingga 1 Maret 2018 sudah menyentuh 8,3 persen, dibandingkan sepanjang 2017 yang hanya tiga persen.
Bank Sentral, kata Mirza, siap untuk melakukan stabilisasi di dua pasar, yakni pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), jika nilai rupiah terus undervalued.
ANTARA