TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan dan kondisi likuiditas di pasar keuangan Indonesia dalam kondisi terjaga. Penilaian itu ditetapkan dalam Rapat Dewan Komisioner OJK yang dilaksanakan di Gedung OJK, Jakarta Pusat pada Kamis, 1 Maret 2018.
Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK, Y. Santoso Wibowo, mengatakan bahwa indikator makroekonomi bergerak solid, terutama sejak tiga tahun terakhir. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi meningkat dari angka 4,88 persen menjadi 5,02 persen. Pada 2017, angka tersebut kembali merangkak hingga mencapai 5,07 persen.
Baca: RI Tukar Data Keuangan dengan Singapura September 2018
Inflasi Januari 2018, kata Santoso, juga terpantau turun, kinerja eksternal naik sejalan dengan tren global, serta akumulasi cadangan devisa terpantau meningkat. “Meski begitu, pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun 2017 masih meningkat secara moderat,” kata Santoso dalam acara diskusi di Kantor OJK, Jakarta Pusat pada Kamis, 1 Maret 2018. Perbaikan indikator sektor riil disebut-sebut masih terbatas.
Sementara itu, di pasar keuangan domestik, meski terdapat net sell non resident sebesar Rp 9,14 triliun pada Februari 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara year to month (ytm) menguat tipis hingga 0,2 persen.
Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor jangka pendek, menengah, dan panjang masing-masing naik sebesar 4 basis poin, 28 basis poin, dan 18 basis poin. “Hal ini didorong oleh net sell nonresiden di pasar SBN sebesar Rp 13 triliun pasa Februari 2018,” ucap Santoso.
Selain itu, dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga atau DPK Perbankan tumbuh sebesar 8,36 persen year on year (yoy). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan DPK Perbankan pada Desember 2017 senilai 9,35 persen. Sementara, premi asuransi jiwa dan asuransi umum atau reasuransi masing-masing tumbuh sebesar 44,78 persen yoy, meningkat dibanding 33,43 persen yoy pada Desember 2017.
Santoso juga menyebutkan bahwa hingga 27 Februari lalu, penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp 22 triliun dengan jumlah emiten baru yang tercatat satu perusahaan. Rasio kredit bermasalah (NPL) gross perbankan mencapai 2,86 persen pada Januari 2018.
Adapun rasio pembiayaan bermasalah (NPF) perusahaan pembiayaan mencapai 2,95 persen. “Di tengah perkembangan intermediasi keuangan tersebut, risiko lembaga jasa keuangan Januari 2018 berada pada level yang manageable,” ucap Santoso.