TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membentuk satuan tugas (satgas) kesehatan ikan dan lingkungan. Hal ini dilakukan menanggapi maraknya kasus kematian ikan muncul khususnya di perairan umum.
"Penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan ditengarai menjadi penyebab utama kematian ikan ini," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tri Hariyanto di gedung Mina Bahari III Jakarta, Selasa, 27 Februari 2018.
Baca: Hari Peduli Sampah Nasional, Bali Gelar Aksi Bersih-bersih
Tri mengatakan satgas ini berasal dari berbagai elemen dan instansi terkait. Dia menyebutkan akan ada dua satgas yang terbentuk yakni Satgas Satgas Pengelolaan Usaha KJA di waduk Cirata dan Satgas Penanganan Kematian Massal Ikan. "Kedua satgas diharapkan dapat memberikan informasi dini, menentukan langkah antisipatif, dan rekomendasi bagi upaya penanggulan secara komprehensif," katanya.
Tri menyebutkan beberapa kasus kematian ikan massal terjadi di perairan umum seperti di danau Manunjau dan waduk Cirata. Satgas Pengelolaan Usaha KJA di waduk Cirata akan bertugas mengawasi, mengantisipasi, serta memberikan rekomendasi berkaitan dengan pengelolaan usaha KJA di waduk Cirata. "Sedangkan Satgas Penanganan Kematian Massal Ikan bertugas dalam melakukan langkah antisipatif dan pengendalian terhadap kematian massal ikan," ucapnya.
Menurut Tri, kematian ikan massal disebabkan kondisi cuaca ekstrim dengan intensitas hujan tinggi yang memunculkan kembali beberapa patogen penyakit. Dia mencontohkan salah satunya adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia. "Ini yang harus kita waspadai, dengan sedini mungkin melakukan upaya mitigasi," katanya.
Untuk menghadapi ancaman penyakit ini, kata Tri, diperlukan upaya kerja sama lintas sektoral bahkan lintas negara. Hal ini, kata dia, untuk mengantisipasi penyebaran penyakit ikan lintas batas seperti ini. "Risk analysis import harus diperketat lagi termasuk pengawasan pada pintu-pintu masuk pelabuhan muat ekspor," ucapnya.
Menurut Tri, menghadapi ancaman ini perlu dilakukan mitigasi serta peringatan dini. Selain itu, peta sebaran penyakit dan kecenderungan penyebaran beserta pemicunya juga harus diketahui. "Langkah antisipatif harus diketahui secara real time dan sampai ke pembudidaya secara cepat," ujarnya.
Dari data KKP, selama kurun waktu empat tahun terakhir, terjadi kematian massal ikan di perairan umum. Tahun 2016 setidaknya sebanyak 4.725 ton ikan mati atau sekitar 0,95 persen dari total produksi budidaya KJA air tawar secara nasional.
Kerugian ekonomi akibat hal ini diperkirakan mencapai Rp 47,25 milyar dengan asumsi harga ikan Rp 10 ribu per kg. Kejadian kematian massal ikan ini juga berpotensi menurunkan produksi perikanan budidaya yang berasal dari KJA perairan umum hingga 23,5 persen.