TEMPO.CO, Cirebon - Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Heru Dewanto mengatakan saat ini jumlah insinyur dengan sertifikat kompetensi profesional bidang teknik sipil dengan keahlian khusus terkait pekerjaan pengangkatan dan pemasangan benda berat masih sangat kurang. Dua keahlian khusus itu pula yang diduga menjadi pemicu kecelakaan kerja di sejumlah proyek infrastruktur belakangan ini, salah satunya yang terjadi di Tol Becakayu pada Selasa dini hari lalu.
"Insinyur yang ahli dalam bidang Heavy Lifting and Erection (pengangkatan dan pemasangan) memang masih sangat kurang dan bahkan kompetensi tersebut nyaris belum terdaftar di PII," kata Heru melalui pesan tertulisnya yang diterima di Cirebon, Rabu, 21 Februari 2018. Saat ini dari 7.000 insinyur yang menjadi anggota PII, masih sedikit sekali yang memiliki keahlian itu.
Baca: Kecelakaan Kerja Tol Becakayu, Waskita Karya Siap Dievaluasi
Heru mengatakan dalam setahun terakhir, setidaknya terjadi 15 kasus kecelakaan konstruksi yang sebagian di antaranya terjadi pada proyek infrastruktur nasional. Insiden teranyar robohnya bekisting pier head proyek Tol Becakayu pada Selasa dini hari lalu.
Kecelakaan itu pula yang memicu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menghentikan sementara atau moratorium terhadap semua proyek konstruksi elevated. Menanggapi hal itu, kata Heru, PII mendukung penuh keputusan pemerintah.
Pasalnya, kata Heru, saat ini memang sudah mendesak untuk dilakukan evaluasi dan assesment secara menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. "Untuk menjamin seluruh proses pengerjaan proyek memang layak, aman dan memberi hasil yang terbaik," tuturnya.
Heru menjelaskan beberapa kasus kecelakaan proyek diakibatkan oleh kegagalan struktur (structural failure), namun terutamanya diakibatkan oleh kegagalan dalam proses pelaksanaan, khususnya terkait dengan pekerjaan pengangkatan (heavy lifting works) dan pemasangan (erection work). "Heavy lifting and erection works" kata Heru, merupakan bagian dari kegiatan konstruksi yang mengandung risiko sangat tinggi terkait dengan aspek keselamatan.
Untuk itu diperlukan persiapan, kesiapan dan kelengkapan dari seluruh elemen yang mendukung, seperti peralatan kerja, sistem dan prosedur kerja, serta SDM (operator, rigger, supervisor) yang kompeten. "Juga perlu pengecekan dan pemantauan secara terus menerus sejak sebelum proses pengangkatan dimulai sampai dengan proses pemasangan diselesaikan," ujar Heru.
Oleh karena itu, PII mengajukan sejumlah rekomendasi untuk mencegah insiden kegagalan dalam proses konstruksi proyek-proyek infrastruktur. Di antaranya segera melakukan pendidikan dan pelatihan untuk menghasilkan Heavy Lifting and Erection Professional Engineer dengan standard kompetensi dan jumlah yang memadai.
"Kemudian mensyaratkan alokasi Heavy Lifting and Erection Professional Engineer dan safety cost (biaya keselamatan) secara khusus di dokuman tender proyek-proyek infrastruktur skala besar," kata Heru Selain itu, PII juga mengimbau manajemen perusahaan pelaksana proyek infrastruktur untuk memastikan fungsi kerja maupun keandalan alat bantu kerja senantiasa terjaga dengan baik.
Sejumlah alat bantu kerja yang dimaksud meliputi peralatan berat, perlengkapan penerangan di area kerja sesuai standar kerja, selalu terjaga dalam musim penghujan, alat-alat dioperasikan oleh operator dan para asisten yang kompeten. "Manajemen harus selalu memperhatikan dengan cermat aspek kompetensi, fisik dan mental dari setiap tenaga kerja dan tim proyek yang terlibat di dalam pekerjaan heavy lifting and erection," kata Heru mengomentari soal ambruknya salah satu bagian konstruksi Tol Becakayu itu.
ANTARA