TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya memperkirakan pinjaman untuk pembangunan proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung cair dalam waktu dekat. Budi menyatakan pinjaman ini akan dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menangani proyek ini.
"Itu yang mengerjakan teman-teman di BUMN, ya, jadi semestinya dalam waktu dekat ini cair," kata Budi di Stasiun Cakung saat meninjau proyek DDT, Minggu, 18 Februari 2018.
Baca: Kementerian ATR Kebut Pembebasan Lahan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebelumnya dikabarkan mendapat kepastian tentang pencairan dana pinjaman dari China Development Bank senilai US$ 594 juta untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ahmad Bambang mengungkapkan hasil positif pertemuan antara Wijaya Karya dan pihak China Development Bank (CDB).
“Pinjaman yang cair sekitar US$ 594 juta. Arus kas WIKA juga tidak ada masalah,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Sementara itu, terkait dengan pinjaman untuk proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Surabaya, pemerintah akan melakukan diskusi pada akhir Maret dengan pihak Jepang, yakni Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Pada dasarnya kami mulai pada tahun ini. Tapi kami lihat persiapan perhitungan, persiapan desain itu memenuhi. Apabila itu selesai, akan kami mulai. Pinjaman belum cair masih feasible study," ujar Budi.
Budi Karya sebelumnya mengungkapkan nilai investasi proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya diperkirakan meningkat menjadi sekitar Rp 100 triliun. Angka tersebut meningkat dari investasi sebelumnya senilai Rp 60 hingga Rp 70 triliun.
"Kalau anggaran dulu kan Rp 60 triliun, tapi anggaran yang disampaikan sekarang ini kira-kira lebih dari Rp 100 triliun," kata Budi di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Senin, 29 Januari 2018.
Kendati demikian, Budi menegaskan bahwa pemerintah berupaya menekan nilai investasi proyek kereta cepat tersebut. Dia ingin proyek pembiayaan proyek itu bisa ditekan berkisar Rp 80 hingga Rp 90 triliun.
KARTIKA ANGGRAENI | BISNIS