TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui ekonomi Indonesia belum bisa tumbuh cepat dalam tiga tahun terakhir. Penyebabnya belum seluruh komponen pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai hasil maksimal.
"Investasi dan ekspor belum optimal dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia, jadi dari empat, anda hanya lari dengan dua silinder," kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Februari 2018.
Namun demikian, sejumlah komponen tersebut mulai menunjukkan perbaikan pada kuartal II dan III 2017. Menurut Sri Mulyani, ekspor mulai tumbuh positif dari -1,6 persen pada 2016 menjadi 9,1 persen pada 2017. Investasi ikut tumbuh dari 4,5 persen pada 2016 menjadi 6,2 persen pada 2017. Adapun komsumsi rumah tangga tetap bertahan di angka pertumbuhan 5 persen. "Tapi itu bukan stagnan, tetap tumbuh, tapi kalau ingin ekonomi 7 persen, konsumsi harus 6 persen," ujarnya.
Hingga tiga tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi, target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen memang belum kunjung tercapai. Pemerintah melakukan berbagai upaya, mulai dari memangkas perizinan investasi hingga menggenjot belanja infrastruktur. Namun sayangnya, ekonomi tidak pernah tumbuh diatas lebih tinggi, selalu dibawah angka 5,1 persen.
Namun sebagai anggota G20, angka pertumbuhan di kisaran 5 persen sendiri, kata Sri Mulyani, tidaklah kecil. Indonesia dinilai memiliki angka pertumbuhan yang lebih baik dengan negara G20 lainnya yang rata-rata hanya 3 persen. "Kecuali yang lain juga 5 persen, baru kita tidak puas."
Salah satu upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah meningkatkan investasi. Kepada para perwakilan Indonesia, Sri Mulyani meminta mereka untuk menangkap peluang investasi dari negara lain, khususnya negara dengan capital surplus. "Negara-negara nordik dan Britania raya misalnya, mereka butuh portofolio yang seimbang, jadi mereka potensial digaet sebagai investor," ujarnya.