TEMPO.CO, Jakarta - Hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan ada potensi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang nilainya hingga belasan triliun rupiah dapat dikorupsi. Korupsi ini diduga dapat dilakukan oleh birokrat daerah di sektor kesehatan.
Tidak hanya itu, menurut peneliti ICW Dewi Anggraini, dana kapitasi juga digunakan untuk menyuap kepala daerah, akreditasi Puskesmas dan dana kampanye pilkada oleh petahana. Akibatnya, ratusan miliar dan bahkan triliunan dana ini diduga menguap tidak jelas.
Dewi menjelaskan, berdasarkan penegakan hukum kasus korupsi dana kapitasi ditemukan paling sedikit telah terjadi 8 kasus korupsi terkait pengelolaan dana kapitasi di 8 daerah Indonesia. "Kerugian negara terkait kasus ini mencapai Rp 5,8 miliar. Jumlah tersangka terkait dengan kasus dana kapitasi ini mencapai 14 orang," ujarnya, Selasa, 13 Februari 2018.
Baca: BPJS Defisit 9 T, Pemerintah Akan Naikkan Iuran?
Hal tersebut adalah salah satu kesimpulan dari kajian ICW atas peta potensi fraud dan korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi. Kajian menggunakan data hasil investigasi ICW dan masyarakat sipil di 14 daerah dalam pelayanan puskesmas pada pasien PBI (Penerima Bantuan Iuran) pada 2017 dan kasus korupsi dana kapitasi yang terjadi sejak tahun 2014 dan disidik oleh penegak hukum.
Dari kajian ICW itu, kata Dewi, ditemukan sedikitnya 13 potensi fraud yang kemungkinan terjadi di Puskesmas. Sebanyak 8 temuan di antaranya terkait dengan pengelolaan dana kapitasi, mulai dari pemanfaatan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan manipulasi bukti pertanggungjawaban dan pencairan dana kapitasi. Selain itu ada temuan penarikan biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan.
Meski dalam jumlah kasus dan kerugian negara kecil, menurut Dewi, akan tetapi korupsi dana kapitasi tidak hanya melibatkan birokrasi menengah bawah seperti Kepala Puskesmas dan Bendahara. Korupsi juga melibatkan pejabat Dinkes seperti Kepala Dinas Kesehatan, Sekretaris Dinas Kesehatan, Bendahara Dinas Kesehatan dan Kepada Bidang Dinas Kesehatan. Lebih dari itu, kepala daerah juga ikut terlibat dalam menikmati aliran dana kapitasi ini.
Dari 8 kasus korupsi dana kapitasi, paling tidak dua kepala daerah telah ikut terseret dalam pusaran kasus ini yakni, Bupati Jombang dan Bupati Subang. Kedua kepala daerah ini diduga telah menikmati aliran dana kapitasi. Selain itu, terdapat 4 Kepala Dinas Kesehatan juga menjadi tersangka terkait dalam kasus ini yakni, Kadinkes Pesisir Barat Provinsi (Lampung), plt Kadinkes Jombang (Jatim), Kadinkes Lampung Timur (Lampung), Kadinkes Ketapang (Kalbar).
Dewi menjelaskan, Kepala Puskesmas juga ikut menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana kapitasi tersebut. Terdapat 3 orang kepala puskesmas dan bendahara puskesmas yang juga ikut terseret dalam kasus korupsi. "Mereka diduga memanipulasi dokumen terkait dana kapitasi atau ikut memotong dana kapitasi untuk jasa pelayanan pada petugas puskesmas," tuturnya.
ICW, kata Dewi, menilai ada beberapa penyebab terjadinya korupsi dana kapitasi yakni dana yang diterima puskesmas sangat besar dan tidak diiringi pengelolaan yang transparan serta belum efektifnya pendampingan dan pengawasan aparat pengawas internal. Tidak hanya itu, saat ini juga belum ada sistem perlindungan saksi pelapor dalam pemerintah daerah atau whistle blower system dan jaminan karir PNS pelapor.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menuturkan pihaknya tidak berwenang mengawasi dan mengendalikan dana kapitasi. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014, pengawasan terhadap penerimaan dan pemanfaatan dana kapitasi dilakukan Kepala Dinas Kesehatan dan kepala fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Sedangkan pengawasan fungsional terhadap pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi dilakukan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Meski begitu, kata Nopi, BPJS Kesehatan rutin memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional bersama pemangku kepentingan lain. “Sampai saat ini, belum terdapat laporan terkait dengan kasus pemotongan dana kapitasi yang tidak untuk peruntukannya,” ucap awal Februari lalu.