TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Melchias Marcus Mekeng meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan skema rencana holding perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Menurut dia, aksi korporasi perusahaan BUMN harus melewati persetujuan Komisi Keuangan DPR.
"Kami di Komisi XI DPR bermitra dengan Kemenkeu (Kementerian Keuangan), akan meminta penjelasan mengenai rencana holding. Kewenangan Kemenkeu di sini sebagai pemegang saham Republik Indonesia di akte BUMN," katanya di Gedung DPR, Jakarta Selatan, Senin, 12 Februari 2018.
Mekeng melanjutkan, pihaknya berwenang memanggil pemerintah terkait dengan rencana pembentukan holding BUMN sehingga keputusan di tingkat komisi tidak mutlak berada di Komisi VI DPR. Rencana pemanggilan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kata dia, bertujuan untuk mendapatkan kejelasan skema dan kebutuhan dana pembentukan holding BUMN.
"Kami mau tahu apa dasar pembentukan holding. Apakah berbentuk perusahaan baru dan negara menyetorkan uang ataukah penggabungan perusahaan?" ujarnya.
Parlemen dan pemerintah menyepakati menunda rapat kerja Komisi XI DPR dengan Kementerian Keuangan terkait dengan penjelasan pemerintah atas rencana holding BUMN. Rencananya, rapat tersebut digelar hari ini pukul 10.00 di Gedung DPR. Namun rapat itu dibatalkan pada pukul 12.00.
DPR juga menginginkan kejelasan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan pengalihan saham-saham perusahaan yang akan membentuk holding. "Sahamnya diserahkan ke mana, itu harus jelas dan dampak kepemilikan pemerintah, bagaimana serta dampak pada saham minoritas akan seperti apa," ucap Mekeng.
Lebih lanjut, dia menegaskan rencana Komisi XI DPR memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak akan berbenturan dengan kepentingan Komisi VI DPR. "Kami bermitra dengan Kemenkeu sebagai pemegang saham negara. Kalau nanti holding-nya bermasalah, siapa yang bertanggung jawab?" tuturnya.