TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa skala manufaktur di Indonesia sudah masuk dalam 10 besar manufacturing value added (MVA) yang ada di dunia. Bahkan, kata Airlangga, sejak tahun 1990-2016 peringkatnya selalu naik.
"Masuk sepuluh besar tentu bukan nilai yang kecil. Nilai di Indonesia sendiri skalanya sudah mencapai USD 240 billion," kata Airlangga dalam pidatonya, di acara soft launching portal berita ekonomi CNBC Indonesia di Hotel Raffles, Jakarta, Kamis, 8 Januari 2018.
Baca: Menperin Dorong Transformasi Ekonomi Berbasis Manufaktur
Di ASEAN, pertumbuhan MVA mencapai 4,5 persen. Sedangkan, di Indonesia pertumbuhan MVA mencapai 4,84 persen.
Kemudian menurut Airlangga nilai tersebut tertinggi jika dibandingkan dengan nilai MVA milik seluruh negara di Asia Tenggara atau ASEAN. Memang harus diakui bahwa ekonomi Indonesia berbeda dengan negara ASEAN, yang lain. Salah satunya karena saat ini Indonesia sudah masuk sebagai negara yang memiliki GDP hingga USD 1 trilliun.
"Ekonomi Indonesia memang 80 persen berbasis ekonomi domestik dan sisanya ekspor. Nah ini tidak sama dengan Singapura atau Vietnam yang hampir keseluruhannya berbasis ekspor," ujar Airlangga.
Karena itu, menurut Airlangga, ekonomi Indonesia saat ini telah berpindah ke ekonomi yang berbasis manufaktur bukan komoditas lagi. Bahkan, sektor manufaktur Indonesia memberikan sumbangan ke perekonomian hingga 74 persen. Sektor tertinggi, menurut Airlangga, diberikan oleh sektor industri makanan dan minuman yang mencapai 34 persen.