TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia baru 2,45 persen.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan perkembangan tersebut berdasarkan hasil evaluasi PT Surveyor Indonesia. Adapun hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengevaluasi permohonan perpanjangan rekomendasi ekspor konsentrat tembaga Freeport.
"(Draft hasil verifikasi lapangan) hari ini sudah selesai, besok dimasukkan. (Progress) 2,45 persen," tutur Bambang di kantor Kementerian ESDM, Selasa, 6 Februari 2018.
Baca juga: Freeport Bayarkan Dividen Rp 1,4 Triliun Setelah Absen Tiga Tahun
Hasil verifikasi tersebut jauh di bawah klaim Freeport yang menyatakan progress pembangunan smelter mereka telah mencapai kisaran 15 persen. Bambang menjelaskan, persentase menurut Freeport tersebut berdasarkan kemajuan biaya yang telah dikeluarkan. Namun, dalam regulasi perkembangan tersebut dinilai berdasarkan kemajuan fisik.
Kendati baru mencapai 2,45 persen, Bambang mengatakan perkembangannya sudah sesuai dengan rencana pembangunan per enam bulanannya. Pasalnya, dalam tahap awal, proses pembangunan lebih banyak pada persiapan.
Freeport berencana membangun satu smelter baru dengan kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Smelter dengan biaya investasi mencapai US$ 2,2 miliar tersebut akan dibangun di Gresik, Jawa Timur.
Keseriusan Freeport dalam membangun smelter akan menjadi tiket untuk mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat tembaga. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 1/2017, hanya pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus (IUPK) yang membangun smelter di dalam negeri yang berhak mengajukan rekomendasi ekspor mineral yang belum dimurnikan, termasuk konsentrat tembaga.