TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Indonesia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen tidak akan bisa dicapai tanpa inovasi kebijakan yang signifikan. Menurut dia, pemerintah harus mulai melakukan reformasi di berbagai sektor ekonomi, salah satunya di sektor manufaktur.
"Saya rasa, kita harus bisa melebihi instrumen makro yang ada," kata Chatib dalam sesi diskusi di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2018 di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu, 7 Februari 2018. Acara yang digelar oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan Mandiri Sekuritas ini sendiri diikuti lebih dari 600 investor dan pelaku bisnis, dari dalam dan luar negeri.
Menurut Chairman of Advisory Board Mandiri Institute ini, ekspansi pemerintah melalui pembangunan infrastruktur saja tidaklah cukup. Sebab, secara total, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya menyumbang sekitar 10 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sehingga, menurut dia, tidak ada cara lain mencapai angka pertumbuhan ekonomi tersebut selain meningkatkan kapasitas manufaktur. "Namun sayangnya, Indonesia memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)," kata Chatib.
Simak: Menteri Chatib : Pemilu Sumbang Ekonomi 0,3 Persen
Persoalan terkait manufaktur memang telah beberapa kali diungkapkan oleh sejumlah menteri Presiden Joko Widodo. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan bahwa pemerintah memang tengah mengembalikan peran manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia.
Kepala Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) Bambang Brodjonegoro pada pertengahan Desember 2017 lalu. juga mengakui, sejak tahun 90-an, Indonesia belum pernah lagi mencapai masa keemasan industri manufaktur. “Manufaktur kita pernah berjaya dengan garmen, tekstil, sedikit elektronik, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat itu mencapai 30 persen,” katanya.
Sementara itu, target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen merupakan salah satu komitmen Presiden Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2014 lalu. Namun sayangnya, hingga tiga tahun pemerintahan berjalan, ekonomi tidak pernah tumbuh diatas lebih tinggi, selalu dibawah angka 5,1 persen.
Chatib Basri menuturkan, Indonesia bisa mendorong kembali pengembangan manufaktur seperti garmen. Namun syaratnya, Indonesia harus mencari segmen pasar tertentu karena harus bersaing dengan negara seperti Bangladesh. "Bagaimana caranya membuat orang mau beli batik seharga US$ 1000 ? Indonesia harus bisa mengkombinasikan SDM, manufaktur, tapi juga teknologi digital yang baik," ujarnya.
Ia menambahkan, pengembangan manufaktur tersebut juga harus didukung oleh birokrasi yang luwes dan inovatif. Kondisi ini menjadi persoalan yang tak kalah rumit, karena birokrasi memang diatur agar bekerja dengan seragam dan sesuai aturan. "Tapi untuk ini, saya memang belum tahu cara menciptakannya bagaimana," kata Chatib, disambut tawa peserta diskusi.