TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito mengatakan penarikan suplemen Viostin DS dan Enzyplex telah dilakukan sejak akhir November 2017. Jika pada awalnya hanya dilakukan pada bet tertentu, maka akhirnya penarikan dilakukan pada semua bet produk tersebut.
Namun BPOM sendiri baru mengumumkan langsung ke publik akhir Januari 2018. Saat Tempo mengkonfirmasi soal ini, Penny menjawab "Nah itulah, kami sedang berproses, untuk tidak timbul yang seperti ini, itu kan sensitif," katanya di usai melakukan konferensi pers di Kantor Pusat BPOM, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2018.
Simak: BPOM: Viostin dan Enzyplek Ditarik Karena Mengandung Babi
Konferensi pers ini digelar pasca munculkan kegaduhan soal kandungan DNA babi pada suplemen Viostin DS dan Enzyplex. BPOM ikut mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dalam acara ini.
Penny mengakui, BPOM tidak langsung mengumumkan penarikan ini ke publik. "Kami kan berproses, tidak kami keluarkan (umumkan) begitu saja biar tidak jadi gempar seperti ini," tuturnya.
Sebelumnya, gaduh soal suplemen Viostin DS dan juga Enzyplex tablet, produk Mediafarma Laboratories muncul 30 Januari 2018 lalu. Sebuah surat dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya, Selasa, 30 Januari 2018 beredar. Surat itu berisi tentang Hasil Pengujian Sampel Uji Rujuk Suplemen Makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet, yang disebut mengandung DNA babi.
Sebagai salah satu produsen, PT Pharos Indonesia baru mengeluarkan pernyataan resmi, sehari kemudian, Rabu, 31 Januari 2018. Ida Nurtika megakui, indikasi kontaminasi oleh Badan POM bahkan telah ditemukan sejak akhir November 2017 lalu. "Kami melakukan penarikan bets produk yang diduga terkontaminasi sejak muncul temuan," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Akhir Januari 2018, BPOM juga telah membenarkan isi dari surat tersebut. Penny menuturkan, informasi tersebut memang akan diinformasikan ke publik dan bukanlah informasi rahasia. Namun karena kesalahan seorang staf BPOM, surat tersebut kadung tersebar di publik dan menjadi viral. "Padahal kami tengah dalam proses untuk lebih meyakinkan indikasi tersebut," ujarnya.
Ketua YLKI, Tulus Abadi mengkritik lambannya proses pengumuman ke publik yang dilakukan oleh BPOM. Menurut dia, publik seharusnya diberitahu sejak awal begitu ada penggrebekan atau temuan seperti ini. "Apakah ada pertimbangan politis, saya gak tau, tapi menurut saya, ada yang ditutup-tutupi dalam hal ini," tuturnya.
Kasus ini, kata Tulus, mirip dengan kasus temuan enzim babi pada bumbu masak Ajinomoto, akhir 2003. Saat itu, LPPOM MUI telah membisiki produsen Ajinomoto untuk menarik produk mereka. Namun ternyata, ucapnya, informasinya bocor di tengah proses penarikan. "Jadi dulu ada juga, konteks untuk menghindari kegaduhan," kata Tulus.