TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan memastikan sudah bekerja maksimal dalam urusan pengelolaan anggaran. Penyerapan anggaran yang belum melebihi 90 persen selama beberapa tahun terakhir diyakini karena perlunya penyesuaian dengan pendanaan alternatif, seperti skema Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Menhub Budi Karya Sumadi menilai perlu waktu lebih untuk mengelola dana yang masuk secara mendadak menjelang akhir tahun. Salah satunya untuk persiapan dokumen kontrak.
"Saya tak menyalahkan. Tapi, jangan ada dropping SBSN tiba-tiba, kemarin tiba-tiba pada Oktober. Langsung turun persentase (penyerapan anggaran) kami," ujar Budi di kantornya, Jumat 2 Februari 2018.
Simak: Pagu Anggaran 2018 Rp 48,187 Triliun, Ini Target Kemenhub
Dia mengklaim kementerian bisa saja mengejar penyerapan hingga 92 persen pada tahun lalu. Namun, penyesuaian kembali menyebabkan realisasi hanya 86,40 persen, dari pagu total Rp 47,9 triliun.
Serapan anggaran pada 2017 itu pun disebutnya sudah meningkat 12 persen dari realisasi 2016. "Serapan memang fluktuatif, tapi kita sampai 12 persen naik. Itu kan effort (upaya)."
Budi juga membantah jika pihaknya dianggap lamban menerapkan skema non APBN, seperti KPBU. Menurut dia, sudah ada upaya Kemenhub di berbagai eselon untuk mempelajari sistem tersebut.
"Kalau ada yang belum paham KPBU kan karena bukan bidangnya, tapi proses belajar ada," ujarnya.
Kementerian pun menunjuk sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendampingi proyek yang dikerjakan dengan KPBU. BUMN yang ditunjuk seperti PT Danareksa (persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII/persero), dan PT sarana multi infrastruktur (SMI/persero). "Sudah saya tunjuk, ada untuk (proyek) pelabuhan dan bandara," ucap Budi.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiadi, memastikan pihaknya mengembangkan skema KPBU untuk proyek 2018. Penerapannya, antara lain disasar untuk proyek yang terkait dengan pembangunan Transit Oriented Development (TOD) terminal. "Penyerapan anggaran kami pun sebenarnya sudah 87 persen (pada 2017)," katanya.
Kritik terhadap Kemenhub sebelumnya datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Selain dinilai kaku dengan skema non APBN, Kemenhub dianggap sulit merangkul swasta dalam pembangunan infrastruktur.
"Saya minta pejabat Kemenhub seperti Eselon 3 dan 2 mungkin dikursuskan mengenai KPBU," kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis lalu.
Dia mengakui tak sedikit kementerian yang kaget menerima anggaran pada 2015. Namun, keuangan sejatinya digenjot atas instruksi Presiden Joko Widodo untuk mempercepat pembangunan.
Kemenhub memang menyerap paling banyak anggaran SBSN yang dikeluarkan Kementerian Keuangan pada 2017. Dari nilai sukuk negara sebesar Rp16,76 triliun tersebut, Kemenhub mendapat Rp 7,54 triliun.
Uang itu diutamakan untuk pengembangan perkeretaapian, seperti pembangunan jalan kereta api elevated dan double track di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, serta Sulawesi. Proyek di Jakarta pun termasuk diantaranya.
"Pembangunan jalur kereta di Jabodetabek juga ada menggunakan SBSN," ujar Kepala Humas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Joice Hutajulu, pada Tempo.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkhawatirkan meningkatnya beban utang pemerintah karena rendahnya penyerapan anggaran.
"Pemerintah terbitkan utang di 2017 kemarin hingga Rp. 403 triliun, tapi belanja pemerintah pusat cuma 92,1 persen. Akibatnya utang yang sudah ditarik pemerintah mubazir," ujarnya.
Pemerintah pun harus membayar bunga utang setiap tahunnya. "Praktik utang yang mubazir bisa membuat ruang fiskal semakin sempit. Rasio utang saat ini tercatat terus meningkat di angka 29,1 persen dengan 41,3 persen surat utang dikuasai oleh asing."
YOHANES PASKALIS PAE DALE | SYAFIUL HADI