TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen tengah mencari jalan keluar bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah tidak memberikan untung bagi negara. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Haryo mengatakan Komisi VI atau BUMN akan membahas secara khusus ihwal solusi bagi perseroan yang merugi dari sisi kinerja. "Kami sudah sepakat untuk membahas bersama (Kementerian BUMN)," ucap Bambang di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 30 Januari 2018.
Sebelumnya, anggota Komisi VI bersama Deputi Kementerian BUMN Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Aloysius K. Ro menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang kinerja. Aloysius didampingi oleh jajaran direktur utama dari PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero), PT Superintending Company of Indonesia (Persero) atau Sucofindo, dan PT Surveyor Indonesia (Persero).
Simak: Tambah Rugi Setelah Disuntik PMN, DPR Minta 6 BUMN Diaudit
Menurut jadwal, Komisi VI kembali menggelar RDP kali ini bersama lima BUMN lainnya. Mereka adalah PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), PT Survai Udara Penas (Persero), PT Iglas (Persero), PT Industri Sandang Nusantara (Persero), dan PT Kertas Leces (Persero). Namun RDP dengan lima perseroan itu ditunda karena dianggap tidak akan bisa menjelaskan aspek kinerja perusahaan.
Bambang menyatakan dari lima perseroan itu ada kinerjanya yang mendekati nol. Oleh sebab itu, politikus asal Partai Gerakan Indonesia Raya itu menilai diperlukan pembahasan khusus bagi perusahaan pelat merah yang dinilai sudah berdarah-darah. "Kami akan coba hidupkan lagi. Kalau memang tidak layak untuk diberdayakan lagi, tentu harus ditutup," ucapnya.
Lebih lanjut, Bambang tidak menerima bila ada investor, khususnya asing, bila nantinya tertarik memberikan suntikan dana atau mengakuisisi BUMN yang merugi. Ia beralasan, BUMN merupakan perusahaan milik negara yang tidak bisa seenaknya dijual ke swasta atau asing. Parlemen saat ini akan mencari skema yang tepat mencarikan solusi bagi perseroan yang dianggap tidak visibel lagi.
Deputi Kementerian BUMN Aloysius K. Ro menilai RDP yang membahas tentang kinerja sudah tidak relevan terhadap Perusahaan Pengelola Aset, Survai Udara Penas, Iglas, Industri Sandang Nusantara, dan Kertas Leces. Ia mengusulkan RDP dengan kelima perusahaan itu bukan membahas kinerja tapi mencari jalan keluar terhadap masalah yang membelit perusahaan.
Menurut Aloysius, dari kelima perusahaan itu hanya Perusahaan Pengelola Aset yang masih dianggap sehat. Sedangkan empat lainnya disebut sudah sakit. "Yang sakit tidak bisa ditanya kinerja. Mau hidup saja susah makanya saya minta waktu (RDP ditunda)," kata dia.
Secara umum, Aloysius melihat ada beberapa indikator yang menyebabkan kinerja BUMN terus menerus merugi atau berhenti beroperasi. Selain masalah keuangan dan operasional, ada sektor faktor perkembangan teknologi yang memicu produksi perusahaan terus merosot. Salah satunya, menurut dia, ialah Kertas Leces. "Secara global penggunaan kertas sudah makin kecil," ucapnya.
Kementerian BUMN, lanjutnya, akan mencari skema restrukturisasi yang tepat bagi BUMN yang merugi. Skema itu nantinya akan ditawarkan ke Komisi BUMN. "Ada beberapa pilihan, salah satunya melakukan transformasi bisnis," kata Aloysius.
Tahun lalu, Kementerian BUMN mencatat jumlah perusahaan milik negara yang mengalami rugi hingga semester I 2017 mencapai 24 perusahaan. Jumlah itu turun dari sebanyak 27 perusahaan pada semester I 2016. Hingga akhir 2017 jumlah yang merugi turun menjadi 13 perseroan.