TEMPO.CO, Jakarta-Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan nilai investasi proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya diperkirakan meningkat menjadi sekitar Rp 100 triliun. Angka tersebut meningkat dari investasi sebelumnya senilai Rp 60 hingga Rp 70 triliun.
"Kalau anggaran dulu kan Rp 60 triliun, tapi anggaran yang disampaikan sekarang ini kira-kira lebih dari Rp 100 triliun," kata Budi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin 29 Januari 2018.
Kendati demikian, Budi menegaskan bahwa pemerintah berupaya menekan nilai investasi proyek kereta api tersebut. Budi ingin proyek pembiayaan proyek itu bisa ditekan berkisar Rp 80 hingga Rp 90 triliun.
Baca: Alasan Menhub Pilih 'Rel Sempit' Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Menurut dia, ada beberapa strategi yang akan dilakukan untuk menekan nilai proyek tersebut. Pertama, dengan melibatkan kontraktor nasional dalam proyek, kedua menggunakan teknologi dalam negeri dan terakhir mengoptimasi dengan teknologi yang optimal.
Kemudian, jalur lintasan kereta kencang tidak akan dibangun melayang (elevated) seluruhnya, melainkan menggunakan rel sempit (narrow gauge) agar lebih murah.
"Tadinya mau elevated dari Jakarta ke Surabaya, kan mahal. Elevated itu di bagian-bagian tertentu saja," kata Budi.
Proyek ini juga diharapkan tidak akan memberatkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). "Pak luhut mengarahkan ada potensi dana swasta dari beberapa negara," ucapnya.
Oleh karena itu, Budi mengatakan bahwa pemerintah akan membentuk badan otoritas khusus agar pengelolaan dana pinjaman kereta cepat Jakarta-Surabaya berlangsung dengan baik. "Itu akan dibangun semacam otoritas, otoritas itulah yang akan menerima pinjaman dan yang berperan dalam pekerjaan-pekerjaan itu," ucapnya.
Budi melihat konsep badan otoritas tersebut terbilang baru. Ia mengatakan konsep tersebut telah digunakan di beberapa negara salah satunya Amerika Serikat dalam membangun World Trade Center. Adapun di Indonesia untuk kereta cepat Jakarta-Surabaya.