TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Chatib Basri mengatakan pemerintah perlu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Lonjakan harga minyak mentah dunia saat ini sudah jauh melampaui asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Dilansir situs Oilprice.com, harga minyak mentah dunia berada di kisaran US$ 70 per barel pagi ini. Sementara itu, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak senilai US$ 48 per barel dalam APBN 2018.
Chatib mengatakan perbedaan harga ini akan menekan neraca keuangan PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM bersubsidi. Selain mempengaruhi kinerja perseroan, tekanan tersebut berpengaruh terhadap penerimaan negara. "Setoran dividen akan berkurang," katanya, di Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat, 26 Januari 2018.
Meski kekurangan dividen itu bisa dikompensasi dengan penerimaan nasional bukan pajak (PNBP) dari sektor migas yang akan meningkat, Chatib menilai opsi menaikkan harga BBM bersubsidi perlu tetap dibuka. Terlebih pemerintah dinilai mampu mengatasi potensi penurunan daya beli masyarakat. Dia berujar, bantuan tunai seperti program keluarga harapan mampu membantu mendorong daya beli.
Tingkat inflasi pun dinilai masih aman. "Dulu waktu kami naikkan harga BBM di 2013, inflasinya 8 persen. Apalagi sekarang inflasinya di 3 persen," ujar mantan Menteri Keuangan ini.
Dari sisi politik, Chatib menilai kenaikan harga BBM juga masih mungkin. Dia menilai, elektabilitas Presiden Joko Widodo masih tinggi jika merujuk pada survei SMRC. "Semestinya tidak apa-apa (menaikkan harga BBM). Tapi saya bukan political scientist, saya bisa salah," ujarnya.
Wakil Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto sangsi pemerintah akan menaikkan harga BBM di tahun politik. "Mengumumkan penyesuaian saat itu akan terasa berat," ujar Eko, di kantornya, Jakarta, pada Kamis, 25 Januari 2018.
Jika tak ingin menaikkan harga BBM, Eko berujar, pemerintah harus menugasi Pertamina menanggung selisih harga minyak dengan konsekuensi menurunnya keuntungan dan setoran dividen. Namun pemerintah dinilai perlu menambah penanaman modal negara (PMN) sebagai konsekuensi dari penugasan tersebut.
Eko menyarankan pemerintah segera merespons kenaikan harga minyak mentah dunia, apa pun pilihannya. "Yang penting jelas. Sehingga masyarakat, dunia usaha, dan Pertamina bisa membuat perencanaan di 2018," katanya.