TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menilai relaksasi bisa menjadi instrumen untuk menekan laju kenaikan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional Perbanas Aviliani mengatakan sektor kontruksi atau infrastruktur perlu diwaspadai karena biasanya ada keterlambatan dalam hal pembayaran kredit.
Apalagi, ucapnya, bila proyek yang dibiayai tersebut melibatkan atau bekerja sama dengan pemerintah. "Kalau pemerintah telat bayar, pasti akan terlambat juga angsurannya," kata Aviliani saat dihubungi, Jumat, 26 Januari 2018.
Simak: Kenapa Kredit Macet BPD Masih Tinggi?
Menurut Aviliani, bentuk relaksasi yang bisa dilakukan ialah dengan memberikan perpanjangan masa pembayaran kredit, khususnya untuk debitur yang terlibat dalam proyek infrastruktur pemerintah. Sebagai contoh ia menjelaskan, agar tidak masuk dalam kategori dalam perhatian khusus (kolektabilitas 2), bank bisa menambah waktu pembayaran menjadi lebih dari 90 hari kepada debitur tertentu.
Perbankan mempunyai lima kategori kualitas ketepatan pembayaran kredit. Kelima kategori itu ialah Lancar, Dalam Perhatian Khusus (tunggakan pembayaran sampai 90 hari), Kurang Lancar (120 hari), Diragukan (180 hari), dan Macet (di atas 180 hari). Kredit dapat digolongkan bermasalah atau macet (NPL) bila telah masuk kategori Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
Senada dengan Aviliani, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat Konstruksi Indonesia Syahrial Ong mengatakan relaksasi diperlukan karena kinerja perbankan akan berpengaruh ke debitur. Sejauh ini, salah satu relaksasi yang biasa dilakukan perbankan terhadap debitur ialah memperlunakan pembayaran. "Biasanya ada adjustment tapi tidak semuanya, hanya di kasus tertentu saja," ucap Syahrial.
Relaksasi tidak hanya di sektor perbankan. Syahrial menyatakan pemerintah juga harus lebih optimal lagi memangkas peraturan yang menghambat pelaku usaha. Langkah deregulasi, menurut dia, belum maksimal diterapkan di level menengah hingga ke bawah atau pemerintah daerah.
Lebih lanjut bila melihat 2018, Syahrial penyaluran kredit di sektor konstruksi berpeluang naik. Salah satu indikatornya ialah mulai membaiknya sektor komoditas. Selain itu, fokus pemerintah yang terus membangun proyek infrastruktur menjadi faktor pendorong bertambahnya kredit di konstruksi atau alat berat. "Saya melihat akan positif," kata dia.