TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengakui jumlah angkutan online berizin yang beroperasi di Indonesia masih minim. Dari 83.906 kuota kendaraan yang disediakan untuk seluruh Indonesia, baru 2 persen yang sudah mengantongi izin operasi.
"Yang sudah menyelesaikan proses perizinan dan sudah memiliki kartu pengawasan baru 1.710 unit kendaraan, dari 9437 yang sudah mengajukan izin," kata Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan, Syafrin Liputo saat ditemui di Jakarta, Jumat, 26 Januari 2018.
Simak: Angkutan Online Dirazia di Bandung, Dirangkul di Klaten
Kuota sebanyak 83.906 tersebut, kata Syafrin, tersebar di 12 daerah yaitu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan. Jabodetabek mendapat kuota paling banyak, hampir 43 persen atau sebesar 36.510 unit kendaraan, diikuti Jawa Barat dan Lampung, masing-masing 15.418 dan 8.000.
Penerapan ketentuan kuota ini sendiri merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau yang dikenal Permenhub Angkutan Online. Aturan baru diteken oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, 24 Oktober 2017 lalu.
Aturan ini rencananya mulai berlaku efektif pada 1 November 2017, meski sejumlah masih menyatakan keberatan dengan sejumlah beleid baru dalam ketentuan ini. Namun, masa penyesuaian pun diberikan oleh Kemenhub, sampai benar-benar diterapkan pada 1 Februari 2018 nanti.
Ditjen Perhubungan Darat, kata Syafrin, juga tidak memahami alasannya masih minimnya angkutan online yang memperoleh izin beroperasi maupun yang mengajukan izin. Menurut dia, memang belum ada data pasti jumlah angkutan online yang beredar di seluruh Indonesia. "Namun kami menyayangkan, animonya pengemudi angkutan online untuk memperoleh izin, tak seperti animo yang sangat semangat saat membahas aturan (Permenhub Angkutan Online), dulu mereka dorong agar ada aturan," ujarnya.
Keluhan sempat muncul karena dalam aturan ini, izin baru dikeluarkan jika pengemudi mendaftar dalam bentuk badan hukum. Namun menurut Syafrin, aturan ini sebenarnya sudah tercantum sejak lama di Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Dipermudah kok, kalau tidak ingin badan hukum berhentuk perusahaan karena takut aset hilang, bisa membentuk koperasi dengan anggota minimal lima orang, aset tetap di pengemudi," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda), Ateng Haryono sangat menyayangkan kondisi ini. Sebagai sesama pelaku bisnis transportasi, dia meminta aturan perizinan bagi angkutan online benar-benar dijalankan. "Bahkan sudah terlambat, harusnya diterapkan sejak 2014," ujarnya.