TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia secara tegas telah melarang penggunaan mata uang virtual atau cryptocurrency seperti Bitcoin sebagai alat pembayaran dalam transaksi apa pun. Namun, rupanya hal itu tidak menyurutkan niat Aladin Capital untuk masuk ke pasar Indonesia dan menawarkan cryptocurrency dengan nama Aladin Coin.
Aladin Capital adalah anak usaha dari Aladin Trust yang sudah teregistrasi sejak 2002 di Switzerland. Aladin Capital meluncurkan produknya yang bernama Aladin Coin di Indonesia kemarin, Kamis, 25 Januari 2018, di Jakarta.
Chief Operating Officer (COO) Aladin Capital, Eric Nguyen, menjelaskan Aladin Coin adalah cryptocurrency yang kini pertumbuhannya sangat pesat di Vietnam semenjak dilahirkan pada November 2017 di Amerika Serikat.
Menurutnya, secara spesifikasi Aladin Coin sama persis dengan Bitcoin, termasuk jumlah koin yang bisa ditambang yakni sama-sama mencapai sebanyak 21 juta koin.
Baca juga: OJK Tegaskan RI Larang Bitcoin dan Mata Uang Virtual Lain
"Jadi sama persis, tapi Bitcoin harganya sudah sangat tinggi. Kita seperti terlambat mengejar kereta. Nah ini ada cryptocurrency yang baru. Jangan sampai kita ketinggalan kereta lagi," tuturnya di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Adapun tahun lalu pihaknya hanya menargetkan nilai satu keping Aladin Coin dapat mencapai US$ 1 per koin. Namun demikian, untuk saat ini nilainya telah mencapai mencapai sekitar US$ 3,8 per koin untuk transaksi internal dan US$ 5,9 per koin.
"Pada 2018 ditargetkan nilainya mampu naik mencapai sekitar US$ 4 per koin, lalu 2020 sebesar US$ 20 dan 2027 sebesar US$ 110 per koin," ujarnya.
Eric mengatakan pihaknya optimistis produknya tersebut akan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, dan meraih kesuksesan seperti di Vietnam.
Baca juga: Larang Bitcoin , Bank Indonesia Siapkan Sanksi
"Apalagi dari sisi populasi di Indonesia sangat besar dan lebih tinggi dari Vietnam. Setelah kami launching di sini yang akan disertai dengan sejumlah edukasi, akan bisa diterima dengan baik dan membawa perubahan ke depan yang lebih baik lagi dalam hal kesejahteraan," ujarnya.
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan mata uang virtual seperti Bitcoin dilarang untuk digunakan sebagai alat pembayaran atau transaksi di Indonesia.
Pemilikan mata uang virtual sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency, serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble).
Selain itu, mata uang virtual seperti Bitcoin juga rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.