TEMPO.CO, Jakarta -Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjamin pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang atau RUU Pernyiaran akan terus dilakukan. Ketua Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas mengakui pembahasan RUU mandek karena masih ada deadlock atau ketidaksepakatan antar anggota.
"Salah satunya memang soal single mux atau multi mux," kata Andi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Akibat selesainya pembahasan, Andi menyebut ada permintaan dari Komisi Penyiaran DPR RI untuk bertemu pimpinan dewan. Tujuannya, agar diadakan pertemuan antara Komisi Penyiaran sebagai inisiator RUU dan Baleg yang tengah melakukan harmonisasi terhadap RUU tersebut. "Tunggu saja, segera akan kami tuntaskan," ujarnya.
Hingga hampir 12 bulan sejak diserahkan oleh Komisi Penyiaran, Baleg DPR memang belum mencapai kata sepakat terhadap RUU Penyiaran. Pasalnya, sejumlah usulan kembali mencuat dalam rapat Baleg, salah satunya terkait penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing yang disingkat sebagai mux.
Perdebatan muncul terkait penerapan single mux atau multi mux. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pada multi mux, penggunaan berada oleh banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Ditengah pembahasn, muncul juga usulan penerapan hybrid, atau pembagian jatah frekuensi antara pemerintah dan swasta.
Ketua Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Kharis Almasyhari menuturkan bahwa dalam draf RUU Penyiaran, Komisi Penyiaran sudah menyepakati penggunaan single mux. Namun ia menyadari ada pandangan lain yang muncul, saat diharmonisasi di Baleg. "Kalau fraksi PKS sendiri tetap single mux" ujarnya.
Andi membenarkan terjadi perdebatan terkait pengguaan frekuensi penyiaran di Baleg. Menurut dia, pandangan fraksi-fraksi di Baleh memang berbeda.
Namun, untuk fraksi Gerindra, ia menyatakan bahwa partainya tidak akan berubah, tetap mempertahankan usulan single mux. "Gerindra itu gak akan berubah, karena single mux sesuai Pasal 33 UUD 1945 karena frekuensi itu suatu ke kekayaan yang terbatas dan harus dikuasai negara," ujarnya.