TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan kenaikan harga minyak mentah dunia dapat mempengaruhi stabilitas rupiah. Otoritas moneter diminta tak lengah.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan kenaikan harga minyak mentah terjadi saat Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor. "Ini berkonsekuensi terhadap permintaan dolar yang meningkat," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Kenaikan harga minyak juga disebut berdampak langsung terhadap peningkatan nilai impor bahan bakar minyak (BBM). Eko menuturkan situasi ini akan mengganggu neraca perdagangan.
Di sisi lain, kemampuan meningkatkan ekspor masih sangat terbatas. Situasi ini berpotensi menekan keseimbangan valas dan mengganggu stabilitas serta nilai tukar rupiah.
Eko menuturkan pemerintah perlu memikirkan langkah antisipatif dari kebijakan moneter yang prudent. "Termasuk koordinasi yang sinergis antara Bank Indonesia dan Pertamina saat akan mengimpor minyak," ujarnya.
Simak: Rupiah Melemah Tipis di Tengah Naiknya Harga Minyak Dunia
Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan kenaikan harga minyak mentah saat ini juga berpotensi mempengaruhi inflasi. "Tapi sepanjang pemerintah tidak menaikkan harga BBM, target inflasi pemerintah masih relatif bisa terpenuhi," ucapnya.
Berdasarkan sejarah, kenaikan BBM sangat berpengaruh terhadap inflasi. Pada November 2014, misalnya, kenaikan Premium 23,5 persen dan Solar 36,4 persen diikuti inflasi 3,96 persen pada periode November-Desember 2014. Angkanya lebih besar dari total inflasi 2017 sebesar 3,61 persen.
Namun Enny mengatakan inflasi yang rendah juga bukan solusi. Pasalnya, daya beli masyarakat berpotensi menurun akibat kenaikan harga minyak. Target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen diprediksi sulit tercapai jika konsumsi rumah tangga terganggu.
Saat inflasi naik, suku bunga simpanan dan pinjaman juga terkerek turun. Dampaknya, pertumbuhan kredit melambat, investasi turun, dan pertumbuhan ekonomi tertekan.
Indef meminta pemerintah segera mengambil pilihan. Salah satunya meneruskan sebagian atau keseluruhan kenaikan harga minyak global kepada konsumen. Artinya, menaikkan harga BBM.
Pilihan lainnya adalah menugaskan Pertamina menanggung selisih harga minyak dengan konsekuensi menurunnya keuntungan dan setoran deviden. Cara lain adalah menambah penanaman modal negara sebagai konsekuensi dari penugasan tersebut.
Pemerintah juga bisa saja memilih salah satu opsi atau mengkombinasikannya. "Yang penting jelas. Sehingga masyarakat, dunia usaha, dan Pertamina bisa membuat perencanaan di 2018," tuturnya.