TEMPO.CO, JAKARTA - Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Syarief Burhanuddin mengatakan sebanyak 720 ribu tenaga ahli konstruksi telah tersertifikasi. Namun di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah tenaga kerja konstruksi sebesar 8,1 juta orang.
"Nah enggak sampai 10 persen, kita harap ada percepatan kepada sistem yang mengatur ," ujar Syarief di Menara Kadin, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Simak: Genjot FLPP, Bakal Ada Kredit Konstruksi
Untuk mempercepat itu, Kementerian PUPR memiliki sejumlah strategi yang akan ditempuh. Pertama, pengadaan kelas pelatihan di lapangan langsung. Selain itu terdapat pula pelatihan jarak jauh, dengan meminta para mandor menjadi tenaga pendidik.
"Jadi mandornya yang menjadi instrukturnya nah mandornya kan duluan dapet sertifikat duluan lebih ahli maka dialah yang menjadi instruktur," ungkap dia.
Oleh karena itu, PUPR mendorong agar para tenaga kerja konstruksi mau mengambil sertifikasi. Syarief menuturkan, pihaknya akan menerapkan mekanisme blacklist berdasarkan undang-undang konstruksi.
Syarief juga mewajibkan agar para kontraktor memaksimalkan anggaran keselamatan dan kesehatan kerja. "Sebenarnya tidak minim dalam merencanakan kontrak itu sudah K3 dan itu ditempatkan di biaya umum jadi sebenernya ada anggaran disitu," kata Syarief.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur, Erwin Aksa mendesak adanya solusi segera dalam menghadapi maraknya kecelakaan konstruksi di tengah masifnya pembangunan Indonesia. "Kejadian akhir-akhir ini agar menjadi perhatian kontraktor karena apabila izinnya dicabut, secara tidak langsung akan menghambat pembangunan yang digenjot pemerintah," ujar Erwin.
Menurut dia, masalah K3 merupakan hal yang perlu diutamakan dengan serius. Pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu memperkuat pengawasan, jaminan keselamatan kerja dan kualitas infrastruktur guna mengurangi kecelakaan dan kegagalan dalam pembangunan kontruksi.